Sonora.ID – Di penghujung bulan Ramadhan, ada tradisi shalat kafarat atau shalat al-bara’ah. Bagaimana hukum sholat kafarat?
Shalat kafarat dilakukan dengan rakaat sejumlah rakaat shalat fardhu, dari subuh sampai isya yakni 17 rakaat.
Disebutkan bahwa salah satu keutamaan Jumat terakhir di bulan Ramadan adalah terbukanya peluang untuk mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah SWT.
Beberapa orang meyakini tradisi menjalani shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan bisa mengganti shalat yang ditinggalkan semasa hidup sampai 70 tahun, serta bisa melengkapi berbagai kekurangan dalam shalat yang dilakukan karena waswas.
Baca Juga: Contoh Khutbah Jumat Dengan Tema Menyambut Bulan Ramadhan 2024
Mengenai hal ini, para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai boleh atau tidaknya melakukan shalat kafarat ini.
Melansir dari laman NU Online, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) Jawa Barat Ustadz Mohammad Mubasysyarum Bih menyebutkan pandangan para ulama yang berbeda mengenai tradisi shalat kafarat ini.
Pandangan yang mengharamkan shalat kafarat:
- Para ulama berpandangan bahwa shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan tidak ada tuntunan yang jelas dari hadits Nabi atau kitab-kitab hukum Islam. Dengan demikian, kebolehan melaksanakan shalat kafarat tergolong sebagai upaya mensyariatkan ibadah yang tidak disyariatkan atau melakukan ibadah yang rusak.
- Pengkhususan waktu pelaksanaan shalat kafarat pada akhir Jumat bulan Ramadhan tidak memiliki dasar yang jelas dalam syariat.
- Ada keterangan sharih dari pakar fikih otoritatif dari ulama mazhab Syafi'i.
Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj berpandangan bahwa shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan adalah haram, bahkan kufur.
"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di Jumat ini (Jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat Jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar," demikian pandangan Ibnu Hajar Al-Haitami.