Find Us On Social Media :
Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum dalam “Women in Government Forum” bertajuk “Celebreting the Journey of Promoting Inclusion: Inspiring Stories from Indonesia and Australia's Public Sector” ()

Kepemimpinan Perempuan di Sektor Publik Penting Tunjang Kebijakan Inklusif

Saortua Marbun - Kamis, 25 April 2024 | 19:15 WIB
 
Sonora.ID - Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, kepemimpinan perempuan di sektor publik sebagai pengambil kebijakan publik sangat penting, terutama bagi lembaga pemerintah yang memiliki tugas untuk menyusun kebijakan yang mempromosikan pembangunan inklusif, berkelanjutan, dan adil untuk semua.
 
Hal tersebut disampaikan saat memberikan sambutan dalam agenda “Women in  Government Forum” bertajuk “Celebreting the Journey of Promoting Inclusion: Inspiring Stories from Indonesia and Australia's Public Sector” di Hotel Westin Jakarta, pada Selasa (23/4/2024).
 
Deputi yang akrab dipanggil Lisa itu menambahkan, kesenjangan partisipasi perempuan sebagai pengambil kebijakan publik menyebabkan masih banyaknya regulasi atau kebijakan yang bias gender dan netral gender.
 
"Mari kita tengok apa yang terjadi di ASN. Jumlah ASN di Indonesia saat ini didominasi oleh perempuan, namun perempuan yang menempati posisi jabatan semakin tinggi, semakin kecil jumlahnya. Bahkan dalam posisi JPT Utama saat ini, hanya terdapat tiga perempuan (BPS, BMKG, dan BPOM),” ungkap Lisa.
 
Baca Juga: Tim Pelaksana TKNV Bahas Konvergensi Implementasi Program Revitalisasi Vokasi 
 
Lisa menjelaskan, untuk dapat berpartisipasi aktif dalam meningkatkan karier, perempuan membutuhkan dorongan dari kebijakan-kebijakan yang afirmatif. Upaya ini diperlukan mengingat perempuan sering kali harus dihadapkan pada situasi yang kurang mendukung.
 
Situasi ini disebabkan tidak hanya karena kebijakan atau peraturan yang belum responsif gender atau karena norma, tradisi dan budaya yang ada di lingkungan, tetapi juga dukungan keluarga dan masyarakat yang masih belum dapat mendorong perempuan memasuki dunia kerja. 
 
"Mendorong peningkatan persentase perempuan yang lebih tinggi di sektor publik memberikan dampak terhadap peningkatan kesetaraan gender di ranah publik, penurunan pelanggaran hak asasi manusia, dan menghapuskan pelanggaran hak atas integritas pribadi perempuan oleh aparat negara,” ucap Lisa.
 
Saat ini diketahui ketimpangan gender di Indonesia masih cukup tinggi meskipun terus menerus mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir.
 
Hal ini disebabkan oleh partisipasi perempuan dalam ketenagakerjaan masih jauh tertinggal dari laki-laki dan adanya kesenjangan upah cukup tinggi.
 
Perempuan juga masih dihadapkan pada isu beban ganda dalam menjalankan berbagai aktivitasnya, termasuk isu glass ceilingbdan sticky floor yang menghambat karier dalam pekerjaan mereka.
 
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, indeks ketimpangan gender tahun 2018 sebesar 0.499, dan tahun 2022 menurun menjadi 0.459.
 
Pada dimensi pasar tenaga kerja, angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan sebesar 54,42 persen dibanding TPAK laki-laki sebesar 83,98 persen. Begitu juga rata-rata upah perempuan sebesar 2,42 juta dibanding laki-laki sebesar 3,23 juta.
 
Jumlah mahasiswa di tahun 2023 juga perlu menjadi perhatian. Jumlah mahasiswa perempuan satu persen lebih banyak dibandingkan laki-laki.
 
Baca Juga: FJPI Kalbar Gelar Pelatihan dan Pameran Foto Bagi Jurnalis Perempuan Sebagai Upaya Cegah Kekerasan Digital
 
Namun demikian, serapan tenaga kerja perempuan tidak berbanding lurus dengan jumlah lulusan perempuan yang tinggi. Begitu pula partisipasi perempuan di parlemen dan mereka yang menduduki sebagai pejabat publik, masih jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. 
 
Data BPS menyebutkan jumlah mahasiswa perempuan tahun 2023 sebesar 51 persen dan laki-laki 49 persen. Sedangkan angka keterlibatan perempuan di parlemen menurut data BPS tahun 2022 mengalami penurunan dari 21,89 persen pada tahun 2021 menjadi 21,74 persen pada tahun 2022.
 
Forum ini diselenggarakan oleh PROSPERA (Indonesia-Australia Partnership for Economic Development). Hadir pada acara tersebut perwakilan dari Kedutaan Australia Emily Edward, Deputy Director Advisor and Policy Prospera Representative Della Temenggung, Assistant Secretary Risk and Insurance Grant Stevens, The Australia Department of Finance Erna Irawati, Kepala Pusat Pembinaan Program dan Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara, Lembaga Administrasi Negara Zuraida Retno, Kepala Biro SDM Komisi Pemberantasan Korupsi Belinda Darling, Assistant Commissioner International Relations and Transparency, Australian Taxation Office, serta perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait lainya.