Sonora.ID - Jaminan atas kualitas keamanan pangan sangat penting untuk produk pangan yang diekspor dan diimpor.
Apalagi dalam era globalisasi dan perdagangan internasional, kepastian kualitas pangan yang tinggi menjadi utama.
Untuk itu, dibutuhkan pengukuran kimia yang dapat dipercaya dan terukur sangat diperlukan.
Hasil kajian dari the Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa (EU), hingga tahun 2022 masih ditemukan sejumlah kasus penolakan ekspor pangan dari Indonesia seperti produk perikanan; pertanian; produk hortikultura; serta rempah-rempah.
Penolakan tersebut karena temuan kontaminasi mikrobiologi, logam berat, atau residu antibiotik dan pestisida.
Salah satu faktor yang menyebabkan penolakan ini adalah perbedaan hasil pengujian di Indonesia dengan negara tujuan ekspor.
Oleh karena itu, untuk memastikan keamanan pangan Indonesia, pengujian kimia yang valid dan terukur sangat penting, dengan menggunakan Bahan Acuan Tersertifikasi (Certified Reference Material-CRM).
Bahan acuan adalah bahan yang cukup homogen dan stabil dengan satu atau lebih sifatnya ditentukan, dan telah ditetapkan agar sesuai penggunaannya yang dimaksudkan dalam proses pengukuran.
Sedangkan Bahan Acuan Tersertifikasi/CRM ialah bahan acuan yang nilainya ditetapkan dengan prosedur yang valid secara metrologi, disertai dengan sertifikat bahan acuan, dinyatakan ketertelusuran metrologinya dan disertai dengan pernyataan nilai ketidakpastian.
Penggunaan bahan acuan tersertifikasi merupakan salah satu sarana yang dapat dilakukan oleh laboratorium pengujian dan kalibrasi dalam upaya pemastian keabsahan hasil pengukuran, serta untuk menjamin bahwa rantai ketertelusuran yang dibangun ke Sistem Satuan Internasional (SI) tidak terputus.
Direktur Standar Nasional Satuan Ukuran Termoelektrik dan Kimia Badan Standardisasi Nasional (SNSU TK – BSN), Ghufron Zaid di Kantor SNSU BSN, menyatakan BSN melalui Deputi Bidang SNSU sebagai Lembaga Metrologi Nasional (National Metrology Institute-NMI), terus berupaya memastikan ketersediaan CRM untuk sektor pangan di Indonesia.
Saat ini, SNSU BSN telah meluncurkan 2 produk CRM untuk pengujian pangan yaitu Pengawet dalam kecap (IDNRM-MO-2-001) dan Unsur dalam air mineral (IDNRM-MI-1-001).
Selain itu, ada juga 3 produk CRM untuk sektor lingkungan, yaitu Larutan buffer ftalat (IDNRM-MC-1-001); Gas karbon dioksida dalam nitrogen (IDNRM-MG-1-012); dan Unsur dalam air sungai (IDNRM-MI-2-001).
Produk CRM tersebut memiliki keunggulan karena diproduksi oleh Laboratorium SNSU Kimia - BSN yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk SNI/ISO IEC 17025:2017 sebagai Laboratorium Kalibrasi (LK-070-IDN) dan SNI ISO 17034:2016 sebagai produsen bahan acuan (PBA-005-IDN).
Menurut Ghufron, hasil pengukuran yang akurat dalam lingkungan penting untuk pembuatan kebijakan negara terkait masalah lingkungan, seperti polusi udara.
Sementara itu, ketersediaan data yang valid sangat penting bagi pemangku kepentingan untuk membuat keputusan kebijakan lingkungan yang tepat.
“Saat ini, sebagian besar CRM yang digunakan di laboratorium pengujian di Indonesia masih diimpor. Padahal kebutuhan di Indonesia sangat besar mengingat terdapat lebih dari 1.300 laboratorium pengujian di Indonesia yang membutuhkan CRM untuk penjaminan ketertelusuran serta validitas hasil pengukurannya,” kata Ghufron.
Namun, SNSU-BSN terus berupaya untuk menyediakan bahan acuan sebagai sumber ketertelusuran pengukuran di bidang kimia untuk memenuhi kebutuhan laboratorium pengujian dan kalibrasi di Indonesia.
SNSU BSN juga sedang mengupayakan penyediaan bahan acuan lainnya seperti Residu pestisida dalam bubuk bawang merah; gas karbon monoksida dalam nitrogen; gas oksigen dalam nitrogen; anion dan kation dalam air permukaan; logam dalam kakao; pengawet dalam minuman; residu pestisida dalam air; konduktivitas; serta buffer Fosfat (pH 6-7).
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: Aurelie Moeremans Ajak Masyarakat Semakin Bahagia Gunakan Teknologi Digital