Banjarmasin, Sonora.ID – Pembatalan terhadap penerapan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi isu utama yang diangkat sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalimantan Selatan, belum lama ini.
Dalam aksi yang digelar di depan Gedung DPRD Kalimantan Selatan di Banjarmasin, peserta aksi menilai Tapera tidak hanya membebani masyarakat tapi juga meningkatkan potensi korupsi dari oknum tertentu.
Ketua Badan Koordinasi HMI Kalimantan Selatan, Abdi Aswadi, mengungkapkan bahwa pihaknya juga mengangkat dua isu lain yang dimasukkan dalam surat tuntutan.
Yakni terkait dengan desakan penghentian kriminalisasi terhadap aktivis dan komersialisasi pendidikan yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perwujudan UUD 1945.
“Jadi, ada aktivis yang sudah ditetapkan 12 bulan tahanan menjadi 18 bulan atas dasar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), padahal Ia mengkritisi dan itu bentuk kebebasan berpendapat,” tuturnya.
Sementara terkait dengan komersialisasi pendidikan, Abdi dan rekan-rekannya mendesak pemerintah untuk fokus pada rekonstruksi sistem pendidikan yang berkualitas dan pro terhadap rakyat.
Menyusul adanya wacana untuk menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mendapat penolakan keras dari banyak pihak dan akhirnya ditunda hingga tahun depan.
“Rencana kenaikan UKT sangat memberatkan rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa baru,” terangnya lagi.
Padahal anggaran untuk sektor pendidikan di Indonesia yang dialokasikan APBD 2024 untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencapai Rp665 triliun.