Bandung, Sonora.ID - 27 November 2024 mendatang menjadi ajang penentu bagi hampir seluruh wilayah di Indonesia, siapakah yang nantinya akan memimpin daerahnya dari hasil Pilkada serentak, tak terkecuali Provinsi Jawa Barat, walaupun hal itu akan juga terlihat saat pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur pada 27 - 29 Agustus 2024.
Dalam dalam diskusi bertajuk "Kemana Pilkada Jabar pasca Ridwan Kamil di Jakarta?" yang digelar oleh Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC), Jumat (9/8/2024), terkuak bahwa ada kemungkinan Pilgub Jabar hanya diikuti oleh satu pasangan saja.
"Pemilihan Gubernur Jawa Barat berpotensi diikuti satu pasangan bila Ridwan Kamil maju pada Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2024," ucap Peneliti Senior IPRC Firman Manan saat pemaparan.
"Apalagi ada wacana Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mengajak partai politik lain bergabung mengusung pasangan calon untuk Pilgub Jabar," ungkapnya.
Baca Juga: IPRC Tanggapi SE Mendagri Tentang Kepala Daerah & Netralitas ASN Di Pilkada Serentak 2024
Firman menyebut, Koalisi Indonesia Maju merupakan gabungan partai politik yang mengusung pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka pada Pemilihan Presiden 2024, yaitu Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional.
“Kalau kita lihat KIM saat ini cukup solid mengusung Dedi Mulyadi sebagai calon gubernur dan wakil gubernurnya dari Golkar,” kata Firman.
"Ya sekarang, tinggal menunggu langkah dari partai politik yang berada di luar Koalisi Indonesia Maju seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, serta Partai Persatuan Pembangunan, akan mengusung siapa atau mengarah kemana," ungkapnya.
"Selain NasDem, yang sudah mengumumkan nama Ilham Habibie untuk calon gubernur Jabar, partai-partai lain belum juga menyebut atau menentukan sosok yang bakal maju pada kontestasi pilkada mendatang. Mereka masih wait and see," kata Firman.
"Lalu bagaimana dengan nama Atalia Praratya? Ini menjadi salah satu nama yang serius. Atalia salah satu figur yang berorientasi dengan Ridwan Kamil, suara loyalis Ridwan Kamil akan bermigrasi mendukung Atalia di koalisi Indonesia maju," ungkap Firman.
“Atau nanti akan semakin menarik kalau partai-partai tersebut melakukan konsolidasi dan membangun poros baru untuk memajukan pasangan calon alternatif pada Pilgub Jawa Barat mendatang,” tutur Firman.
"Tapi ada yang berbeda, walau Ridwan Kamil meninggalkan Jabar. Belum tentu suara Ridwan Kamil bisa ke atalia, karena ada kekecewaan," imbuhnya.
Namun demikian, Firman menilai kemungkinan adanya potensi poros baru tidak akan terlalu besar, mengingat munculnya wacana KIM Plus pada pilkada di daerah strategis seperti Jawa Barat maupun Jakarta.
Firman juga menyebut, bila tidak ada lagi pasangan yang diusung pada Pilkada Jabar, bisa jadi hanya diikuti satu pasangan calon dan kandidat bersangkutan akan melawan kotak kosong.
Sementara itu, Peneliti Utama IPRC Prof. Muradi menegaskan bahwa kemungkinan kotak kosong di Jabar kecil. Menurutnya, kotak kosong dapat mengancam demokrasi, karena akan menjadikan publik frustasi.
"Kecil kemungkinan jika melawan kotak kosong, kalau pun sampai terjadi, itu akan menjadi ancaman bagi partisipasi masyarakat. Esensinya demokrasi itu kan politiknya terbuka," kata Prof. Muradi.
"Karena dengan adanya kotak kosong berarti membatasi publik untuk memilih sosok yang diinginkan mereka. Jadi biarkan saja RK atau Anies bertarung pada Pilkada Jakarta mendatang,” imbuhnya.
Baca Juga: IPRC Sebut Ridwan Kamil Berpeluang Besar Untuk Kembali Pimpin Jabar Di Periode Berikutnya
Menyikapi potensi Ridwan Kamil maju dan menang di Pilgub DKI Jakarta, itu pun tidak terlalu besar.
"Karena memang masih ada legitimasi dan legacy yang ditinggalkan Anies Baswedan selama memimpin Jakarta saat itu," kata Prof. Muradi.
"Terlebih, Anies kemungkinan besar bakal bertarung lagi pada Pilkada Jakarta nanti," tegasnya.
“Sehingga tidak mudah, bila memang Ridwan Kamil ditetapkan sebagai calon gubernur dengan infrastruktur politik saat ini akan sulit bersaing dengan Anies,” ungkapnya.
Sempat terdengar Pilkada Jakarta hanya diikuti satu pasangan calon dengan makin menguatnya wacana KIM Plus. Namun, Prof. Muradi memandang hal itu akan mencederai proses demokrasi, jika kandidat hanya melawan kotak kosong.
Prof. Muradi yang juga Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung ini berharap baik PKS maupun PDI Perjuangan bisa memajukan calon mereka pada Pilkada Jakarta.
Pasalnya, dirinya menganggap kedua partai tersebut memiliki mesin politik sangat kuat.