Find Us On Social Media :
Biro Hukum dan Humas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI ()

Laporan Sinergi Data Kekerasan Terhadap Perempuan Diluncurkan

Saortua Marbun - Selasa, 13 Agustus 2024 | 11:17 WIB

Sonora.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) meluncurkan Laporan Sinergi Data Kekerasan terhadap Perempuan Tiga Lembaga pada periode data tahun 2023.
 
Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu  mengatakan peluncuran laporan adalah tindak lanjut dari Kesepakatan Bersama tentang Sinergi Data dan Pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan yang ditandatangani ke-tiga institusi tersebut pada 21 Desember 2019.
 
"Ketersediaan data yang lengkap, akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi syarat mutlak dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dalam pembangunan terkait isu perlindungan hak perempuan,” ujar Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu pada kegiatan “Gerak Bersama dalam Data: Laporan Sinergi Data Kekerasan terhadap Perempuan Tiga Lembaga Periode Data Tahun 2023” (12/8).
 
Baca Juga: Kemen PPPA Tegaskan Sinergi dan Kolaborasi Jadi Solusi Lindungi Perempuan dari Ancaman TPPO
 
Titi Eko menyampaikan sejak tahun 2010, Kemen PPPA telah membangun sistem pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).
 
Saat ini, jaringan SIMFONI PPA telah menghubungkan sekitar 4.417 unit layanan di seluruh Indonesia.
 
Meski begitu, terdapat tantangan yang dihadapi, salah satunya jumlah data yang dilaporkan masih rendah dibandingkan dengan hasil survei.
 
“Data kekerasan masih tersebar di berbagai unit layanan dengan sistem, konsep dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karenanya, Kemen PPPA, Komnas Perempuan dan FPL sepakat melakukan upaya integrasi data pelaporan KtP. Perbedaan yang ada pada sistem pelaporan data dari ketiga lembaga baik dalam hal konsep maupun kategorisasi tidak dijadikan sebagai suatu hal yang menjadi penghalang. Upaya sinergi data dilakukan dengan mencari kesamaan dan memanfaatkan perbedaan untuk saling mengisi dan melengkapi,” kata Titi Eko.
 
Titi Eko menyebutkan ketiga lembaga telah menyajikan sinergi data sejak tahun 2021.
 
Pemerintah melalui Kemen PPPA telah menindaklanjuti beberapa rekomendasi dari hasil sinergi data tersebut, antara lain; (1) pengembangan SIMFONI PPA versi 3 berbasis manajemen kasus; (2) pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-Fisik kepada provinsi dan kabupaten/kota untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak; (3) disahkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan peraturan turunannya; dan (4) penyediaan layanan pengaduan yang mudah dijangkau masyarakat melalui Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
 
Baca Juga: Bey Harap Sinergi Anggota DPRD Kota Bandung Dengan Pemkot Makin Massif
 
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyampaikan apresiasi terhadap Kemen PPPA  dalam mengupayakan sinergi data kekerasan terhadap perempuan.
 
Melalui sinergi data, ke depan dapat menjadi penentu dalam merumuskan solusi atas permasalahan yang terjadi, dan pengembangan model pendampingan kasus kekerasan yang lebih baik.
 
Selain itu, upaya peningkatan kualitas data perlu dilakukan dengan meminimalisir kemungkinan tumpang tindih data.
 
“Dengan adanya sinergi ini kita berharap akan mampu menghasilkan data yang lebih lengkap, akurat, akuntabel dan mutakhir. Ke depan, data juga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan, sehingga upaya penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dapat berjalan lebih optimal. Inilah yang menjadi dasar kerjasama tiga lembaga yang dilakukan. Selain itu, diharapkan upaya ini akan dapat berlanjut memotivasi semua pihak yang terkait untuk bekerja sama dalam bersinergi mengentaskan  kekerasan terhadap perempuan,” kata Andy.

Baca Juga: KMPKP: KPU Harus Serius Berbenah Hadirkan Pemilu Inklusif, Aman, dan Bebas dari Kekerasan Terhadap Perempuan
 
Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan, Fery Wira Padang menyampaikan laporan ini bertujuan untuk menyampaikan data yang kaya akan informasi namun dapat lebih mudah dimengerti oleh banyak orang.
 
Nantinya, laporan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan mulai dari advokasi, hingga pemberian layanan bagi korban kekerasan.
 
“Lewat sinergi tiga lembaga, diharapkan layanan bagi korban kekerasan khususnya yang diberikan pemerintah bisa lebih baik lagi, baik secara program dan anggaran. Khususnya dalam menghadapi hambatan-hambatan yang ada, seperti memastikan layanan di daerah 3T, dan menjalankan mandat UU TPKS,” kata Fery.
 
Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA, Muhaziron Sulistiyo Wibowo memaparkan basis data dalam laporan bersama yang digunakan bersumber dari SIMFONI PPA dari Kemen PPPA, Sintas Puan dari Komnas Perempuan, dan Titian Perempuan dari FPL.

Berdasarkan data SIMFONI PPA dan Titian Perempuan, terdapat kenaikan korban kekerasan perempuan yang melaporkan kasusnya.

Baca Juga: CATAHU 2020: Kekerasan Perempuan Meningkat 8 Kali Lipat dalam 12 Tahun Terakhir
 
“Dari segi wilayah, jumlah perempuan korban kekerasan yang melapor paling banyak berasal dari provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta. Seluruh provinsi tersebut berasal dari Pulau Jawa. Bisa jadi tingginya angka tersebut karena akses layanan dan organisasi sipil pengada layanan terbanyak ada disini. Selain itu, infrastruktur seperti jalan raya, kendaraan dan jaringan internet memudahkan untuk melapor,” kata Muhaziron.
 
Dari data SIMFONI PPA, tiga jenis kekerasan tertinggi diantaranya kekerasan seksual dengan 12.056 korban, kekerasan fisik  dialami 7.807 korban, dan kekerasan psikis sebanyak 7.507 korban.
 
Dari sisi layanan, Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad menyampaikan layanan yang paling banyak diterima korban adalah layanan pengaduan, layanan kesehatan dan konsultasi hukum.
 
Sementara itu Jaksa Ahli Madya pada Jampidum Kejaksaan Agung RI, Robert Sitinjak menyampaikan, pada tahun 2023 terdapat 190 perkara tindak pidana kekerasan seksual yang ditangani.
 
Jumlah tersebut diharapkan bisa meningkat mengingat tingginya angka pelaporan yang diterima oleh tiga lembaga.
 
Tahun ini sudah diterbitkan Peraturan Kejaksaan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja.
 
Peraturan tersebut mengamanatkan Direktorat C dalam melaksanakan urusan di bidang perempuan dan anak, KDRT, perdagangan orang, dan lainnya.
 
Baca Juga: KMPKP: KPU Harus Serius Berbenah Hadirkan Pemilu Inklusif, Aman, dan Bebas dari Kekerasan Terhadap Perempuan