Makassar, Sonora.ID - Indonesia diidentifikasi sebagai negara dengan prevalensi perokok pria tertinggi kedua di dunia.
Menyusul tercatat lebih dari 60 juta perokok aktif. Tingginya prevalensi merokok mempunyai implikasi kesehatan masyarakat yang signifikan, dimana merokok dikaitkan dengan berbagai kondisi kesehatan.
Hal ini terungkap dalam Symposiun of Tobacco Control and NCD Prevension 2024 di Aula Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Kamis (19/9/2024). Kegiatan diinisiasi oleh Hasanuddin CONTACT (Center for Tobacco Control and Non Communicable Disease Prevention).
"Ini digelar untuk membangun kerjasama lintas provinsi sehingga bisa melakukan advokasi, minimal membuat perda kawasan tanpa rokok, sehingga kita harapkan Indonesia Emas di tahun 2045," kata Direktur Hasanuddin Contact, Prof Alimin Maidin saat ditemui.
Dia menekankan penegakan kawasan tanpa rokok. Seperti dengan mendorong seluruh pemerintah daerah memiliki regulasi yang mengatur kawasan tanpa rokok.
"Jadi regulasi itu mengatur seperti tidak boleh menjual rokok batangan, menjual seenaknya termasuk vape," jelasnya.
Simposium Internasional tersebut mempertemukan pemangku kepentingan, akademisi, penggiat pengendalian tembakau. Kemudian mereka berdiskusi dan mempresentasikan hasil penelitian dan program pengendalian rokok di daerahnya masing-masing.
Hadir sebagai narasumber Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Amurwani Dwi Lestariningsih serta Deputi Bidang Pemenuhan Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof Hasbullah Thabrany pada sesi pertama.
Sementara Ketua Pelaksana, Dr. Ahmad Wadi menambahkan, simposium ini diikuti 300 lebih peserta yang hadir secara offline dan virtual.
Kegiatan mengangkat tema Celebes Smoke-Free Generation, from science to tobacco endgame. Latar belakang pemilihan tema tersebut terkait dengan Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait prevalensi merokok, dengan banyaknya jumlah perokok di negara ini.
"Menunjukkan bahwa merokok dikaitkan dengan peningkatan pengeluaran kesehatan di Indonesia," jelasnya.
Symposiun of Tobacco Control and NCD Prevension juga berkolaborasi dengan Haluoleo Tobacco Control Center (FKM, Universitas Haluoleo), Universitas Sulawesi Barat Center for Preventing Disease and Tobacco Control (FIKES, Universitas Sulawesi Barat), dan Tadulako Center for Tobacco Control (FKM, Universitas Tadulako).
"Symposium ini dapat terselenggara berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan izinkan kami mengucapkan terima kasih serta pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu," tutupnya.