DIY, Sonora.ID - Program Pendampingan Desa Wisata GIPI DIY bersama Dinas Pariwisata DIY mendapat respons beragam. Program yang telah memasuki tahun kedua ini dituding sebagai bentuk komersialisasi GIPI DIY. Seakan GIPI DIY menjadi lembaga training (pelatihan) desa wisata.
Ketua DPD GIPI DIY Bobby Ardyanto Setya Aji menegaskan bahwa program pendampingan desa wisata oleh GIPI merupakan bentuk inovasi model pendampingan.
GIPI melihat program pendampingan yang selama ini ada sekadar pemberian materi dalam beberapa jam dan dianggap program sukses. Padahal belum bisa dilihat dampak dari pendampingan yang sudah dilakukan.
"Nah, program pendampingan GIPI DIY tidak seperti itu. Kita sedang membuat model pendampingan yang dampaknya terlihat dan kita ukur. Sebelum dan sesudah program pendampingan harus terlihat perubahan yang terjadi di desa wisata. Maka komitmen Bapak Ibu Tim Pendamping harus kuat. Mari kita susun modul pembelajaran yang progres setiap kegiatan bisa kita ukur," pesan Bobby.
Pesan tersebut disampaikan Bobby pada rapat koordinasi Tim Pendamping Desa Wisata GIPI DIY di Joglo Mandapa, Selasa (17/9). Rapat ini membahas hasil asesmen dan survei lapangan di dua desa dampingan tahun 2024 ini yaitu Desa Wisata Katongan Gunungkidul dan Nganggring, Sleman. Rapat juga membahas modul yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran selama 10-12 kali pertemuan.
Rakor diikuti Tim Pendamping dari 9 bidang. Yakni pemaketan (pendamping dari Asita dan Astindo), homestay (PHRI), manajemen event/atraksi (Ivendo), kuliner (ICA), catering (PPJI), experiential learning/outbond (AELI), pemandu lokal (HPI), manajemen destinasi (PUTRI). Rakor berlangsung dari puukul 15.30 hingga 19.30 WIB.
Bobby juga menekankan bahwa GIPI merupakan organisasi koordinatif. Untuk urusan teknis selalu dikembalikan ke asosiasi anggota GIPI yang sesuai. Dan itu bisa dilihat pada para pendamping pada program ini. "GIPI bukan lembaga pelatihan. Maka, monggo saja model pendampingan ini jika sudah terbentuk bisa diduplikasi," tambahnya.
Ditegaskan pula, GIPI tidak komersial. Program pendampingan ini lebih bersifat sedekah ilmu para pengurus dan anggota GIPI. Karena itulah, Bobby menyampaikan terima kasih kepada para pendamping yang sudah berkomitmen menyumbangkan ilmunya untuk pengembangan pariwisata DIY, khususnya pengembangan desa wisata.
"Komersial bagaimana, para pendamping ini tidak dibayar sebagaimana kalau mereka menjadi narasumber pada kegiatan lain. Ada honor untuk 3 narasumber, tetapi GIPI mengerahkan 20 narasumber, komersial dari mana?" ungkap owner Joglo Mandapa Boutique Hotel and Resto ini.
Baca Juga: Diikuti Ribuan Peserta, Djamuan lstimewa Dukung Akselerasi Ekonomi dan Keuangan Digital di DIY
Kepada Tim Pendamping, Bobby juga berpesan bahwa program pendampingan ini bukan bentuk industrialisasi desa wisata. Bukan menjadikan desa wisata menjadi industri. "GIPI tidak ingin menjadikan desa wisata bagian dari industri tetapi GIPI hanya ingin agar service dan product desa wisata mendekati standar industri. Sehingga desa wisata akan mendapat kepercayaan atau trust yang lebih baik dari wisatawan," tegas Bobby.
Setelah mendengarkan paparan hasil asesmen Tim Pendamping, Bobby menegaskan dua desa wisata dampingan tahun 2024 ini memiliki potensi yang luar biasa. Potensi yang jika dikembangkan, bisa memiliki nilai jual pada wisatawan yang kuat. Bahkan untuk wisatawan mancanegara.
"Inilah yang akan kita dorong. Para pengelola desa wisata harus memiliki tekad kuat untuk mengemas paket tematik yang berbasis budaya dan bisa menahan wisatawan untuk tinggal. Para pengelola juga harus memperhatikan dampak lingkungan serta bervisi wirausaha dalam mengembangkan desa wisatanya. Jangan diam dan nunggu saja, " tandas Bobby.