Bandung, Sonora.ID - Gempa bumi yang melanda Kabupaten Bandung, Rabu (18/9/2024) dengan magnitudo 4,9, mengakibatkan sejumlah bangunan rusak, mulai dari rusak ringan hingga rusak berat.
Gempa bumi yang melanda sebelah Tenggara Kabupaten Bandung ini lantas ramai disebut sebagai gempa Megathrust.
Dalam sebuah siaran pers, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, menyebut bahwa gempa dari dua zona megathrust, yakni Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai - Siberut, tinggal menunggu waktu.
Walau belum diketahui kapan akan terjadi, perlu juga diketahui apa itu gempa megathrust. Gempa megathrust adalah gempa bumi yang sangat besar yang terjadi di zona subduksi, wilayah tempat salah satu lempeng tektonik bumi terdorong di bawah lempeng lainnya.
Kedua lempeng biasanya terus bergerak mendekati satu sama lain, tetapi menjadi "terjebak" di tempat mereka bersentuhan. Akhirnya, penumpukan regangan melebihi gesekan antara kedua lempeng dan gempa megathrust yang besar terjadi.
Terkait hal tersebut, pakar kegempaan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa gempa yang terjadi di Kabupaten Bandung itu tidak terkait langsung dengan aktivitas gempa megathrust
Dari siaran pers BRIN, Sabtu (21/9/2024), Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa menjelaskan, bahwa gempa ini disebabkan oleh sumber sesar darat yang terjadi di dekat sesar lokal yakni sesar Garsela.
"Sesar Garsela ini memang sudah kita petakan di Peta Gempa Nasional tahun 2017 dan juga di Peta Gempa tahun 2024," kata Rahma.
Menurutnya, sesar Garsela ini memiliki dua segmen yakni segmen rakutai dan segmen kencana. Namun masih diperlukan investigasi lebih lanjut guna memastikan penyebab gempa yang terjadi di Kabupaten Bandung, terlebih bila melihat pusat kerusakan yang berada 5 Km di sisi barat pusat gempa.
Rahma memprediksi, gempa tersebut tidak terkait langsung dengan gempa megathrust karena berbeda letak dan posisi lempeng.
"Yang terjadi di Bandung itu ada di lempeng Eurasia, sedangkan kalau Megathrust itu pertemuan antara lempeng Eurasia dan Indo Australia. Secara langsung tidak terkait," ungkapnya.
Rahma juga mencatat bahwa meskipun gempa ini tidak berhubungan langsung dengan megathrust, ada kemungkinan aktivitas seismik di Pulau Jawa dipengaruhi oleh pergerakan lempeng di bawahnya.
Oleh karena itu, investigasi lebih lanjut diperlukan, termasuk studi terhadap sesar lokal di sekitar Kertasari dan dampaknya terhadap wilayah tersebut.
Gempa yang juga melanda beberapa kecamatan seperti Ibun, Paseh, dan Majalaya ini menimbulkan kerusakan yang signifikan, terutama di Kertasari.
Rahma mengatakan, BRIN berencana melakukan pemetaan dengan drone untuk memetakan kerusakan dan retakan permukaan yang mungkin berkaitan dengan aktivitas sesar lokal.
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, Rahma menyarankan pentingnya mitigasi struktural dan kesadaran publik terhadap prosedur penyelamatan diri saat gempa terjadi.
"Penguatan bangunan sesuai dengan standar tahan gempa, penyusunan rencana evakuasi, serta penyediaan tas siaga adalah langkah-langkah yang dapat mengurangi dampak kerusakan dan korban jiwa dalam kejadian gempa mendatang," pungkasnya.
.