Find Us On Social Media :
Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi di acara Temu Media se-Jawa Barat di Bandung, Sabtu (19/10/2024) / Gun ()

Strategi LPS Tangani Perbankan Demi Jaga Ketenangan Nasabah

Indra Gunawan - Minggu, 20 Oktober 2024 | 18:46 WIB
 
Bandung, Sonora.ID - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus mengalami perkembangan signifikan di Indonesia. Salah satu peran utamanya adalah menjaga stabilitas sistem perbankan dengan menjamin simpanan nasabah hingga batas tertentu. 
 
Selain itu, LPS juga semakin aktif berperan dalam mendukung upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dengan berkolaborasi bersama otoritas keuangan lainnya.
 
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), LPS kini lebih maju dalam menangani bank sebelum kondisinya memburuk. 
 
"Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer, di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilans dan early involvement dengan tetap berkolaborasi bersama otoritas pengawas perbankan," ucap Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi di acara Temu Media se-Jawa Barat di Bandung, Sabtu (19/10/2024).
 
Baca Juga: Jaga Stabilitas Sistem Perbankan, LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan 
 
“LPS pun sekarang memiliki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi," kata Suwandi.
 
"Ini dipraktekkan dalam penanganan beberapa BPR yang kami, atau bank yang berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR) misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank," imbuhnya.
 
Suwandi juga menyebut, pada Mei lalu LPS berhasil "menyehatkan" kembali sebuah BPR di Indramayu, menjadi bank normal yang sebelumnya masuk dalam kategori BDR.
 
"Ini adalah kali pertama kami melakukan penanganan BDR dengan cara metode Bail In (konversi kewajiban menjadi saham)," sebut Suwandi.
 
“Ini lantas menjadi inovasi baru dalam penanganan bank yang lebih efektif, sehingga memungkinkan kami melakukan tindakan penyelamatan dengan melibatkan calon investor atau pihak lainnya sebelum kami memutuskan opsi resolusi," jelas Suwandi.
 
 
Untuk diketahui, sebagaimana tertuang pada UU P2SK, LPS berwenang melakukan penanganan bank yang berstatus BDR, di mana LPS dapat melakukan penjajakan kepada calon investor yang berminat untuk mengambil alih seluruh, atau sebagian aset dan kewajiban bank, serta penjajakan kepada calon investor lainnya.
 
"Sebelumnya LPS tidak memiliki kewenangan ini, namun setelah ada undang undang itu, kami jadi punya kewenangan," tegas Suwandi.
 
“Dan dengan dilaksanakannya opsi ini, LPS tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar klaim penjaminan apabila bank dilikuidasi, dan ini artinya kita bisa berhemat," imbuhnya.
 
Suwandi juga menyebut mengenai adanya Resolusi Bank, khususnya dalam alur penanganan dan Penyelesaian Bank sesuai UU P2SK, yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan dan bank dalam resolusi.
 
Sedangkan Rencana Resolusi (Resolution Plan) adalah dokumen yang berisi strategi dan informasi mengenai bank yang menjadi pertimbangan LPS dalam menangani bank gagal. 
 
"Rencana ini harus komprehensif dan mencakup langkah-langkah untuk mengatasi potensi kegagalan bank, jadi harus disusun, disampaikan, diperbaiki, dan dimutakhirkan sesuai dengan pedoman dan format yang ditetapkan oleh LPS," jelas Suwandi.
 
Lalu dipaparkan juga beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Rencana Resolusi, seperti mempersiapkan diri menghadapi situasi krisis terburuk, seperti krisis likuiditas atau modal dan menjamin kelangsungan operasional yang lancar dalam situasi krisis, serta meningkatkan perlindungan nasabah.
 
Baca Juga: OJK Perintahkan Bank Blokir 6000 Rekening Judi Online
 
“UU P2SK telah mewajibkan semua bank membuat resolution plan. Untuk bank yang belum ada resolusi, kita sosialisasikan untuk penyusunannya," kata Suwandi.
 
"Manfaat bagi bank juga sangat penting, karena ini adalah langkah antisipasi dan juga mitigasi, karena mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal,” jelasnya.
 
Dalam acara Temu Media Se-Jawa Barat ini, Suwandi juga memaparkan mengenai Single Customer View (SCV) atau informasi menyeluruh terkait simpanan dan pinjaman setiap nasabah pada bank, serta nilai simpanan yang dapat dijamin sesuai dengan ketentuan program penjaminan simpanan.
 
“Tanpa sistem SCV, akan sulit bagi LPS untuk mempercepat pembayaran klaim penjaminan sesuai dengan standar internasional. Apalagi jika bank yang dilikuidasi adalah bank skala menengah atau bank besar yang memiliki ratusan ribu atau bahkan jutaan rekening simpanan," papar Suwandi.
 
"SCV dapat meningkatkan layanan klaim penjaminan LPS jika bank dilikuidasi, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan semakin meningkat. Ini bertujuan untuk percepatan pembayaran klaim penjaminan dalam rangka mencapai target pembayaran klaim dalam 7 hari kerja," pungkasnya.