Kabupaten Indramayu, Sonora.ID - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) menargetkan produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 11.084.635 ton hingga akhir tahun 2024, Target ini sejalan dengan komitmen Jabar sebagai salah satu lumbung pangan nasional.
Hal ini ditegaskan oleh Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin saat meninjau panen raya di Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu Jawa Barat, Senin (18/11/2024).
"Saya optimis, Jabar bisa mencapai target tersebut sesuai yang diinginkan pemerintah pusat," tegas Bey, seperti dikutip dari siaran pers Diskominfo Jabar.
Diketahui, target GKG sepanjang 2024 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan produk padi tahun lalu sebanyak 9,1 juta ton GKG. Walau angka ini pun sebenarnya lebih kecil dari realisasi 2022 yang tercatat mencapai 9,4 juta ton GKG.
Untuk mencapai target tahun ini, lanjut Bey, berbagai upaya telah dilakukan diantaranya intensifikasi pertanian, seperti pompanisasi dan pengaturan jadwal masa tanam. Upaya lain yang tak kalah penting, adalah sinkronisasi data dengan Badan Pusat Statistik.
Baca Juga: Bey Ajak Warga Manfaatkan GPM Serentak untuk Hemat Pengeluaran
“Saya minta Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura mengecek ulang dan rekonsiliasi datanya dengan BPS," ungkap Bey.
Optimisme Bey semakin kuat setelah melihat hasil panen raya di Kecamatan Tukdana, yang satu hektare sawahnya bisa menghasilkan 8 ton gabah kering giling.
Apalagi lingkungan produksinya sudah terintegerasi, yang mana di sana tersedia alat penggilingan padi tak jauh dari sawah, sehingga memperingkas proses produksi.
"Sebelahnya itu ada penggilingan padi, sangat baik untuk dicontoh gapoktan lain," kata Bey.
Saat berudiensi dengan para petani Tukdana, Bey menyadari masih banyak kendala pertanian yang masih harus dijawab. Seperti saat ini petani masih mengeluh harga pupuk mahal dan stok yang kadang langka. Namun, Pemprov Jabar berupaya agar nilai tukar petani terus membaik.
"Dikeluhkan petani pupuk masih sulit didapat. Kami inginkan nilai tukar petani semakin baik," kata Bey.
"Salah satu penyebab pupuk langka di antaranya juga disebabkan saat ini sedang transisi pemerintahan, yang banyak nomenklatur kementerian berubah, begitu pun pemegang jabatannya. Otomatis perubahan ini berdampak pada birokrasi," ungkap Bey.
Di akhir, Bey mengemukakan, saat ini kuota pupuk nasional sebanyak 9,55 juta ton tapi baru disalurkan sekitar 5 juta ton. Selain perubahan birokrasi, persoalan lain adalah irigasi pertanian.