Yudian juga menjelaskan, yang ia kritik adalah orang beragama yang menggunakan agama atas nama mayoritas, tapi sebenarnya mereka minoritas.
Menurut Yudian mereka membenturkan agama yang mereka klaim dengan Pancasila. Jika ini dibiarkan, agama akan menjadi musuh terbesar.
"Maka kita harus bisa mengelola dengan baik hubungan agama dengan pancasila," ajak Yudian.
Diberitakan sebelumnya pada Tribunnews.com, Yudian dalam sebuah wawancara dengan media online menyebut Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diterima oleh mayoritas masyarakat.
Baca Juga: Rutan Kabanjahe Ricuh, Ratusan Warga Binaan Mengamuk Hingga Membakar Bangunan
Dia menunjuk dukungan dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah untuk Pancasila sejak era 1980-an.
Tapi memasuki era reformasi, asas-asas organisasi termasuk partai politik boleh memilih selain Pancasila, seperti Islam. Hal ini sebagai ekspresi pembalasan terhadap Orde Baru yang dianggap semena-mena.
"Dari situlah sebenarnya Pancasila sudah dibunuh secara administratif," kata Yudian.
Yudian mensinyalir, belakangan ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.
Baca Juga: Ketuk Palu! Lucinta Luna Ditahan di Sel Perempuan Demi Faktor Keamanan
Mereka antara lain membuat ijtima' ulama untuk menentukan calon wakil presiden. Ketika manuver tersebut hasilnyha kemudian tak seperti yang diharapkan, bahkan cenderung dinafikan oleh politisi yang disokongnya mereka kecewa.
"Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," sebut Yudian yang kini juga tercatat sebagai rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta tersebut.
Kalimat tersebut menjadi polemik dan banyak yang menuntut Yudian untuk segera meminta maaf.