Jumlah tersebut tidak sebanding dengan fasilitas yang ada di dalamnya, dan juga tidak sebanding dengan penjaga lapas yang hanya berjumlah 9 orang.
Kondisi ini kemudian dianalisa oleh pihak Institute for Criminal Justice Reform atau yang disebut dengan ICJR, Genoveva Alicia, yang menyatakan bahwa hal ini salah satunya dilatarbelakangi oleh peraturan yang belum diperbarui dan dilengkapi.
Pasalnya, 50 persen tahanan adalah tahanan yang terkena kasus narkotika, sedangkan hal-hal seperti ini seharusnya bisa dilakukan hukuman non-penjara yang saat ini masih sangat minim dilakukan.
Baca Juga: Rutan Kabanjahe Ricuh, Ratusan Warga Binaan Mengamuk Hingga Membakar Bangunan
Peraturan tentang hukuman non-penjara tersebut kemudian menjadikan penjara seakan-akan menjadi satu-satunya opsi untuk menghukum seorang pelaku kejahatan.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa keterbatasan peraturan tersebut juga didasari dengan kondisi sarana dan prasarana yang belum bisa mendukung, sehingga mengakibatkan penegak hukum pun ragu untuk menerapkan aturan non-penjara.
Genoveva pun memberikan contoh untuk terpidana narkotika bisa dilalkukan amnesti massal untuk mengetahui pendekatan yang tepat untuk masing-masing pengguna.