Dalam sebuah acara yang di siarkan salah satu tv nasional Indonesia, dengan program acara Indonesia Lawyer Club, Ridwan Saidi menceritakan tentang banjir pertama kali yang melanda Jakarta.
"Banjir kapan bermula? banjir bermula 1640, ketika di Binnenstaat-Kota Dalam berbatasan dengan Harco mulai dari Jalan Kakap. Sungai di situ Sungai Opak segala macem itu dirusak arahnya, bahkan itu Kali Besar itu dimatikan arusnya ke utara, daerah Pasar Ikan," ungkap Babe Saidi.
"Kali Besar itu disuruh belok ke arah kepada Kali Adem, itu antara lain. Ini menyebabkan banjir tahun 1640 besar, Belanda tidak berfikir bagaimana banjir yang dia timbulkan itu dengan merusak aliran-aliran sungai, bagaimana mengatasinya? nggak," tambahnya.
Baca Juga: 4 Kali Banjir Dalam Dua Bulan Terakhir, Anies : Ya Waspada Saja
Masalah yang sebabkan Pemerintah Belanda katanya diselesaikan oleh Kapitain Tionghoa Poa Beng Guan pada tahun 1641.
Ketika itu, Poa Beng Guan membuat sejumlah sodetan Kali Ciliwung agar dapat mengalihakn air di kawasan Gambir dan sawah Besar.
"Poa Beng Guan itu berfikir harus ada sodetan dari Kali Jambu sampai Istiqlal yang belok ke kanan ke Gunung Sahari dengan Kali Ciliwung Gadjah Mada sekarang," ungkap Babe Saidi.
Baca Juga: 4 Kali Banjir Dalam Dua Bulan Terakhir, Anies : Ya Waspada Saja
"Karena Kali Ciliwung Gadjah Mada sekarang oleh Belanda juga alurnya dari Jalan Abdul Muis itu sudah dirusak oleh Belanda, Maka dibuatlah Sodetan Barat-Timur di belakang Istana Negara," tambahnya.
Kanal yang ada sekarang ini katanya bukan merupakan sungai, tetapi merupakan sebuah sodetan.
"Kalau Barat-Timur itu biasanya bukan kali, tapi sodetan. Kalau Kali ya selatan-utara," imbuhnya.
Baca Juga: PMI Jakarta Selatan: Banjir Meluas, Kini 5 Kecamatan Terdampak Banjir
Babe Saidi mengungkapkan begitu banyak perusakan-perusakan lingkungan yang dilakukan oleh Belanda, termasuk sebuah danau di Lapangan Monumen Nasional (Monas).
Danau yang terletak di dalam kawasan Monas itu kemudian diuruk untuk membangun Hop Biru atau kantor Kepolisian Belanda waktu itu.
"Kerusakan penutupan lingkungan, Ancol, Ancol itukan artinya genangan air, jadi karakter dari pesisir Jakarta, laut tidak langsung berhadapan dengan pantai," ungkap Babe Saidi.
Baca Juga: Harapan Indah Bekasi Banjir, BNPB : Drainase Buruk & Wilayah Cekungan
"Dia berhadapan dengan mangrove atau dia berhadapan dengan Ancol-genangan air," tambahnya lagi.
Dari segala penjelasnya hal ini mengambarkan bahwa DKI Jakarta memanglah sebuah tempat yang rawan sekali terjadi banjir.
Hal ini yang mendorong Ridwan Saidi berpendapat bahwa banjir yang terjadi di Jakarta bukan karena ulah Anies Baswedan.
Bisa jadi Anies Baswedan adalah korban dari kambing hitam yang dilakukan oleh beberapa oknum.
Baca Juga: Banjir di Kelapa Gading Lama Surut, Pemprov DKI Salahkan Air Laut
Di lain kesempatan Sekda DKI Jakarta Saefullah juga menuturkan bahwa hingga saat ini Pemprov DKI Jakarta terus berupaya mencari solusi terbaik untuk banjir.
Saefullah juga meminta agar para nitizen, warganet maupun warga DKI tidak menyalahkan Anies dan membiarkan gubernur DKI beserta jajarannya bertugas dan menyelesaikan masalah.
"Tidak ada satu pun gubernur yang luput di masanya dari banjir. Artinya setiap tahun musim banjir pasti banjir," kata Saefullah.
Baca Juga: 4 Kali Banjir Dalam Dua Bulan Terakhir, Anies : Ya Waspada Saja