Mengetahui apa yang dilakukan oleh Andi selaku Stafsus Presiden Jokowi, istana mengaku telah melayangkan teguran keras kepada pemilik perusahaan Amartha tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral.
"Yang bersangkutan sudah ditegur keras dan sudah meminta maaf secara terbuka juga melalui surat yang sudah diviralkan, yang kita tahu belakangan ini," kata Donny seperti dikutip dari Kompas.com, pada 15/4/2020.
Baca Juga: Bikin Haru, Warga Mamuju Berikan Semangat untuk Pasien Corona Saat Dievakuasi
Sementara saat ditanyai perihal banyaknya permintaan warganet agar Andi mundur dari jabatannya, Doony tak banyak berkomentar.
"Kalau yang bersangkutan merasa perlu mundur ya mundur, tapi yang bisa memberhentikan ya hanya Presiden yang punya hak prerogratif," kata dia.
Baca Juga: Bebas Lewat Program Asimilasi, Residivis Ini Larikan 8 Motor Warga
Sedangkan menurut pandangan Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie, apa yang dilakukan Andi Taufan Garuda terindikasi sebagai malaadministrasi.
Karena apa yang dilakukannya telah melenceng dan melampaui kewenangan dirinya selaku seorang staf khusus milenial kepresidenan.
"Saya selaku anggota Ombudsman menilai ini merupakan suatu tindakan yang terindikasi malaadministrasi," kata Alvin, pada Selasa (14/4/2020).
Baca Juga: Bebas Karena Program Asimilasi, Belasan Residivis Kembali Berulah
Dikesempatan lain, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari berpendapat bahwa apa yang dilakukan Andi Taufan Garuda dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi.
"Kalau motifnya mencari keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaan dapat digolongkan kepada korupsi," kata Feri seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (14/4/2020).
Feri menuturkan hal yang paling memberatkan Andi adalah dirinya menunjuk perusahaan milik pribadi.
Baca Juga: Untuk Warga Jateng di Jabodetabek, Ganjar akan Berikan Bantuan Sosial
Sedangkan, menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, penyelenggara negara dilarang melakukan tindakan yang bermuatan konflik kepentingan.
Jika potensi korupsi itu benar terjadi, lanjut Feri, hukuman yang diterima Andi bisa lebih berat karena dipraktikkan di tengah situasi bencana.
"Ancamannya bisa 20 tahun atau hukuman mati karena dianggap memanfaatkan keadaan mencari keuntungan di tengah penderitaan publik luas," ujar dia.
Baca Juga: Bebas Karena Program Asimilasi, Belasan Residivis Kembali Berulah
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Surat Stafsus Milenial Jokowi yang Dinilai Berpotensi Korupsi..."