Medan, Sonora.ID - Harga cabai mengalami tekanan serius sejak sebelum Ramadan.
Nilai jualnya anjlok, dan petani harus mengalami kerugian, akibat hasil panennya tidak dapat di pasarkan dengan baik.
Salah seorang petani cabai di Desa Pematang Jering Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, Ngatemin mengatakan, banyak hasil panen tidak dapat di pasarkan dengan baik, karena kesulitan dalam distribusinya akibat pembatasan gerak oleh Covid-19.
Petani tidak mampu mempertahankan biaya balik modal (ongkos produksi) selama masa tanam ketika panen terjadi.
Kerugian yang ditanggung pun bisa 50 persen.
“Ya rugi kali lah kami pasti. Saat ini jangan kan untung, untuk membalikan modal dari ongkos produksi yang dikeluarkan pun susah. Harganya benar-benar jatuh,” ungkapnya.
Baca Juga: Menjaga Ketahanan Pangan di Sumut, Sektor Agribisnis Distimulus
Saat ini harga jual perkilogramnya di tingkat petani hanya Rp8 ribu, jauh dari harga ekonomis minimal sebesar Rp15 ribu.
Petani berharap, dengan akan diberlakukannya new normal, bisa menciptakan titik keseimbangan normal harga kebutuhan pokok.
Pengamat Ekonomi di Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, harga cabai masih mengalami tekanan serius dan benar-benar mengalami keterpurukan, karena di tingkat petani, harga cabai ada yang dijual dengan harga hanya Rp4.000 perkg, jauh di bawah harga keekonomian (harga modal) cabai di tingkat petani sekitar 13 hingga 15 ribu per Kg nya.
Jika aktifitas masyarakat belum kembali normal setelah skema new normal di jalankan, maka besar kemungkinan harga cabai akan bertahan murah setidaknya hingga akhir Juli nanti.
“Tren permintaan cabai baru akan membaik jika masyarakat kembali melakukan hajatan, perkumpulan, atau aktifitas sosial lainnya,” tandasnya.
Baca Juga: Terjadi Pada Idul Fitri, Sumut Inflasi hingga Konsumsi BBM Anjlok