Saat ini, menurut Andi Ardin, produksi talas satoimo dan porang sudah cukup bagus. Namun, masih perlu dikembangkan secara lebih luas. Khusus porang, sentranya ada di 10 kabupaten di Sulsel, diantaranya Bone, Soppeng, Wajo, Pinrang, dan hampir semua daerah di Luwu.
"Untuk talas satoimo produksinya belum besar. Baru sekitar 20 hingga 30 hektare per kabupatennya. Sedangkan porang sudah berkembang baik, karena hampir semua kabupaten sudah menanam," jelasnya.
Menurut Andi Ardin, harga porang cukup kompetitif yakni sekira Rp 9 ribu per kilogram. Jika populasinya dalam satu hektare 40 ribu, dan satu tanaman menghasilkan 2 kilogram, maka hasilnya Rp 720 juta diperoleh dalam delapan bulan.
Baca Juga: Polda Sulsel Berlakukan 3 Huruf di Belakang Nopol Kendaraan
Di lain pihak, Direktur PT Satoimo, Arifuddin, selaku pihak yang mengembangkan tanaman porang, menilai tanaman ini akan menjadi komoditi primadona. Alasannya, pemeliharaan porang tidak serumit komoditi lain dan harganya cukup bagus. Walaupun masa panennya cukup lama, bisa setahun hingga dua tahun.
Lebih jauh Arifuddin mengatakan, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai pangsa pasar porang, sebab, khusus di Makassar, sudah ada empat hingga lima pabrik yang siap membeli porang.
"Kita berharap pemerintah bisa membuat produk yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat kita sendiri. Jangan hanya di ekspor ke Cina, Korea, dan Jepang. Porang memiliki serat yang sangat tinggi, dan karbohidratnya rendah. Beras porang itu namanya siratake, harganya seratus ribu rupiah per kilo," tandas Arifuddin.
Baca Juga: Bank Indonesia Sebut Ekonomi Sulsel Turun saat Pandemi