Makassar, Sonora.ID - Hingga tahun ini, produksi tanaman kakao khususnya di Sulsel masih menurun. Meski tak mempengaruhi harga ekspor,namun jumlah produksi saat ini tidak bisa memenuhi kebutuhan pabrik.
Hal itu diakui Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sulsel Andi Ardin Tjatjo. Ia mengatakan, berdasarkan data The International Cocoa Organization atau ICCO, produksi kakao Indonesia hanya 290 ton. Sementara kebutuhan pabrik dalam negeri untuk kakao mencapai 800 ribu ton.
"Akibatnya, pabrik harus mengimpor kakau dari luar untuk bisa bertahan dan meningkatkan produksinya. Sayangnya, upaya impor yang dilakukan itupun tetap tidak memenuhi kuota pabrik," ujar Andi Ardin kepada smartfm belum lama ini.
Menurut Ardin, saat ini pihaknya terus megupayakan langkah intensifikasi dengan jalan pemupukan tanaman kakau agar produksinya bisa melimpah. Namun yang tak kalah penting, pihaknya menggerakkan penyuluh untuk mengedukasi petani agar melakukan mitigasi dan adaptasi pada iklim.
"Sebab, bukan hanya hama yang memengaruhi tanaman, tetapi juga iklim," terangnya.
Bahkan Pemerintah telah menempatkan perubahan iklim global yang ekstrim sebagai suatu ancaman terhadap pembangunan pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Baca Juga: Suka Mengonsumsi Coklat? Inilah 5 Manfaat Coklat untuk Kesehatan
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menetapkan industri kakao sebagai salah satu andalan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 karena termasuk yang paling banyak melibatkan IKM.
Pada 2018, sebanyak 85 persen produk kakao telah diekspor dan menyumbang devisa hingga 1,13 miliar dolar amerika serikat. Sedangkan 15 persen sisanya merupakan produk kakao olahan yang dipasarkan di dalam negeri.
Data ICCO juga menempatkan Indonesia di urutan ke-6 sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Ekuador, Nigeria dan Kamerun.