“Akhirnya kita carikan beberapa alternatif percobaan untuk bagaimana alat rekam KTP elektronik bisa berfungsi aman. Setelah kita riset sekitar satu bulan itu, akhirnya minggu lalu kita simpulkan ini aman,” ujarnya.
Ia menjelaskan, metode baru tersebut diterapkan sebagai upaya untuk menghindari kontak langsung antar warga dengan petugas. Selain itu pula untuk meminimalisir kontak antar warga dengan alat perekaman.
“Dengan standar prosedur baru itu maka kemudian membuat risiko kontak langsung tersebut menjadi diminimalkan,” katanya.
Baca Juga: Penguatan Kampung Tangguh, 10 Kecamatan Surabaya jadi Role Model Pendampingan
Ia menjabarkan standar prosedur baru yang diterapkan tersebut. Setiap tahapan dari depan pihaknya mewajibkan warga mencuci tangan dengan sabun, serta dilakukan pengecekan suhu tubuh menggunakan thermo gun.
Setelah masuk, warga itu kemudian dilakukan penyemprotan disinfektan dan menggunakan hand sanitizer.
“Jadi ada tiga tahapan untuk membersihkan atau mensterilkan tangan. Kemudian dia datang ke situ mengisi tanda tangan maka dengan kondisi tangan sudah bersih,” ujarnya.
Kemudian, saat proses perekaman iris mata, warga itu diarahkan menggunakan pelindung mata dari mika yang telah disediakan Dispendukcapil Surabaya. Pelindung mata ini sekali pakai, sehingga setelah selesai digunakan langsung dibuang.
Baca Juga: Penguatan Kampung Tangguh, 10 Kecamatan Surabaya jadi Role Model Pendampingan