Sonora.ID - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listiyarti mengatakan, berdasarkan survei di 35 provinsi terkait dengan pembelajaran jarak jauh ditemukan 246 pengaduan soal pembelajaran daring.
Keluhan yang didapatkan beragam, mulai dari menumpuknya tugas hingga para guru yang mengejar ketercapaian kurikulum.
“Yang dikeluhkan pertama yaitu banyaknya tugas. Banyaknya tugas itu lantaran guru-guru mengejar ketercapaian kurikulum, karena kurikulum itu lengkap jadi tugasnya tentu banyak karena materinya juga banyak”, ujar Retno.
Selain itu lanjut Retno, berdasarkan hasil survei KPAI dari 1700 responden anak-anak mengeluhkan tidak bisa membeli kuota mencapai 43%, tidak memiliki alat mencapai 29%, dan yang tidak memiliki alat dan kuota mencapai 16%.
Baca Juga: WHO Tekankan Bahaya Nasionalisme Vaksin, 'Itu Tidak Akan Membantu Kami'
“Dan ini memang mengakibatkan tak hanya murid, guru-gurunya juga sama tidak punya. Apalagi guru honor anaknya tiga, anaknya juga sekolah daring, sementara dia harus melayani”, ujar Retno.
Retno mengatakan, Jika dilihat dari data pengelompokan terjadi kesenjangan antara pulau Jawa dan luar Jawa.
Hasil survey memaparkan bahwa luar Jawa lebih tinggi angka tidak terlayani daring atau tidak punya alat yaitu mencapai 50%.
“Tidak bisa beli kuota didata kami paling besar, mungkin kami tidak bisa mewakili dalam arti anak-anak yang tidak punya alat dan pulsakan tidak ikut survei ini otomatis gitu ya, karena ini lewat bitlykan wilayah lain diluar jawa, bisa jadi sebenarnya mereka angkanya lebih tinggi, maka mau tidak maukan anak-anak yang bisa menjangkau kan hanya yang punya handphone dan media sosial”, ujar Retno.
Baca Juga: Hadiah HUT Riau, Pantun Melayu Diakui Jadi Warisan Budaya UNESCO