Bandung, Sonora.ID - Potensi konsumsi masyarakat muslim di dunia dari berbagai sektor diperkirakan mencapai 3,2 triliun dollar AS pada tahun 2024.
Persoalannya, Indonesia belum mengoptimalkan peluang tersebut.
“Potensi konsumsinya besar, tapi siapa yang mengisi? Ini agak paradoks,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Suhaedi, dalam webinar 'Halal Supply Chain in The New Normal' yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Bandung, akhir pekan kemarin.
Seperti fashion muslim. Meski Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di Indonesia, tapi pasokan fashion muslim terbesar dari China.
Begitupun dengan daging, berasal dari Brazil dan Australia. Bahkan saat krisis akibat pandemi Covid-19 melanda, dunia menyadari China menguasai supply chain. Begitu China mengalami masalah, dampaknya terasa ke seluruh dunia.
Padahal jika kembali ke masa lalu, Indonesia dan China tidak jauh beda. Pada tahun 1979, PDB per kapita China sebesar 185 dollar AS, berada di bawah Indonesia yang mencapai 380 dollar AS.
“Tapi sekarang? Ini peluang besar bagi Indonesia, tidak hanya jadi pelaku tapi pemain utama. Kita harus berjuang bersama-sama, setidaknya dalam pengembangan ekosnomi syariah,” ucap dia.
Ada tiga yang ia tekankan. Pertama, pengembangan ekonomi syariah dengan penguatan kemitraan baik UMKM, pesantren dalam ekosistem halal value chance berbasis digitalisasi. Kedua mendorong literasi termasuk Ziswaf. Ketiga, riset dan edukasi.
Baca Juga: Malaikat Israfil dan Izrail Dijadikan Nama Sepatu, Kanye West Tuai Kecaman dari Umat Muslim