Daun-daun kering atau serasah pada musim panas atau kemarau akan banyak terlihat, berguguran dari berbagai jenis tanaman atau pohon.
Mulai serasah daun jati, bungur, mahoni dan lainnya. Bahkan, khusus di forested area, ranting, dahan hingga pohon yang patah dan jatuh mati pun sengaja dibiarkan seperti layaknya di hutan.
"Menebang pohon adalah opsi terakhir. Sebelum ditebang, dilihat dulu tanaman itu koleksi atau bukan. Jika tanaman koleksi dibiarkan membusuk karena tercatat di registrasi. Mulai ditanam, pertumbuhannya seperti apa, oleh tim LIPI dicatat. Hingga kemudian mati itu dibiarkan sampai jadi tanah. Setelah jadi tanah dan benar-benar habis baru dihapus dari registrasi. Konservasi, forested area, dibiarkan seperti hutan pada umumnya. Ranting, batang jatuh dibiarkan, hanya mengambil sampah dari pengunjung. Disini juga ada mesin pencacah dan pengolah serasah jadi kompos," urai Gilang.
Ia menambahkan, setelah sempat ditutup selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada saat awal akibat pandemi Covid-19, KRP kembali dibuka dengan penerapan protokol kesehatan.
Baca Juga: Karena Pandemi Covid-19, Imgirasi Manado Beri Kelonggaran Perpanjangan Izin Tinggal bagi Orang Asing
"Sempat ditutup beberapa bulan awal pandemi dan dibuka sejak 27 Juli 2020. Beroperasi secara normal dengan penerapan protokol kesehatan, masker, jaga jarak, hand sanitizer. Weekday buka mulai jam 07.00 pagi sampai 04.00 sore, weekend mulai jam 06.30 sampai 05.00 sore," jelasnya.
Pengunjung juga dapat membawa sepeda sendiri hingga memanfaatkan fasilitas penyewaan sepeda, shuttle bus keliling kebun melewati spot menarik hingga penyewaan golf car.
Bagi pengunjung yang ingin beristirahat dan menikmati sensasi ngopi di area KRP juga dapat datang ke "Manalagi Cafe" dengan konsep outdoor.