Adapun hasil dari rapid test maupun rapid swab masih harus dipastikan dengan tes usap (swab) dengan metode PCR untuk mengetahui secara pasti seseorang terinfeksi virus corona atau tidak.
"Rapid test itu merupakan metode screening, bukan diagnosis. Sampai dengan saat ini, rapid test masih digunakan sebagai prasyarat dalam melakukan perjalanan sesuai dengan peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan," kata Wiku.
Rapid test tak akurat
Sebelumnya, pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar menjadi viral setelah menyebut soal hasil rapid test positif maupun negatif palsu.
Baca Juga: Kemenkes Tegaskan Rapid Test Tetap Dibutuhkan Untuk Syarat Perjalanan
Pernyataan itu disebutkan oleh Humas IDI Makassar dr Wachyudi Muchsin terkait Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin berkontak langsung dengan ketua KPU RI yang dinyatakan positif Covid-19.
Ia menyayangkan sikap yang ditunjukkan Pj Wali Kota Makassar itu karena hanya memilih rapid test ketimbang tes swab.
Menurutnya, rapid test selama ini tidak dapat dijadikan acuan untuk menentukan orang tersebut positif atau tidak. Selain itu, rapid test juga sudah dilarang oleh WHO.
Baca Juga: Rapid Tes Dadakan di Taman Apsari, 19 Orang Dinyatakan Reaktif
“Jadi istilahnya palsu itu tidak akuratnya hasil pemeriksaan rapid test, bukan alat rapid-nya yang palsu. Rapid test hanyalah sebagai pemeriksaan skrining atau pemeriksaan penyaring, bukan pemeriksaan penegakan diagnosa infeksi virus Covid-19 dan gold standard diagnosa Covid-19 adalah swab atau PCR,” jelas Wachyudi.