Dari perbandingan tadi, lanjut Dedek, masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan hanya memiliki sedikit tanah untuk diolah.
“Kalau kita bagi dengan jumlah penduduk Sumatera Selatan, dengan luasan satu juta hektare, hanya nol sekian saja hektare, petani masyarakat memiliki tanah,” ungkap Dedek Chaniago, yang menyampaikan orasinya dengan penuh semangat.
Dikatakannya, kondisi tadi, yang kemudian menyebabkan terjadinya konflik tanah, kemiskinan, dan sebagainya.
Baca Juga: Waspada Penyalahgunaan Narkoba di Instansi Pemerintahan, BNNK Ogan Ilir Gelar Bimtek
Ia melihat, hal itu juga yang memunculkan semangat untuk menjalankan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.
Menurut KRASS, masih ada petani di Kota Palembang yang belum makmur. Bahkan, tidak jarang ada petani yang mengalami penggusuran tanah.
Apalagi, disahkannya undang-undang cipta kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dinilai makin menyengsarakan rakyat dan buruh, yang tentu saja, ikut merugikan petani.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Komunitas Save Street Child Palembang (SSCP)
Aksi unjuk rasa yang mereka lakukan, merupakan bentuk penolakan KRASS atas telah disahkannya undang-undang cipta kerja.
KRASS menilai, undang-undang cipta kerja tidak berpihak kepada kaum tani di Indonesia.