"Jadi pada imunoterapi kanker, sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," kata Pandu.
Dua hal yang harus Anda ketahui terkait perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik:
Pertama, beda perlakuan.
Untuk terapi kanker sel dendritik ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut.
"Sementara, pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," ungkap Pandu.
Kedua, perlu pelayanan medis. Dijelaskan Pandu, sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko.
Baca Juga: Ini Sanksi dari Pemerintah bagi Warga yang Menolak Vaksin Covid-19
Adapun potensi risiko yang sangat besar bisa terjadi seperti sterilitas, pirogen atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi dan tidak terstandar potensi vaksin, karena pembuatan individual.
"Jadi, sebenarnya sel deindritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker. Sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," ujar Pandu.
2. Belum jelas data uji klinis
Pada kesempatan yang berbeda, Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog, Ines Atmosukarto berpandangan bahwa vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.