Dida mengatakan larangan mudik Lebaran 2021 tersebut sangat memberatkan pelaku usaha transportasi, terlebih saat ini kondisi pengusaha angkutan umum di Jawa Barat sangat memprihatinkan.
Menurutnya kondisi memprihatinkan pengusaha angkutan umum, khususnya yang tergabung di Organda Jabar sudah terjadi sejak awal tahun 2020 hingga saat ini.
"Saat ini awak angkutan sudah sangat menjerit, karena kami harus bekerja dengan cara digilir. Sekarang jalan, besok tidak," ungkapnya.
Dida mengatakan, semula para pengusaha berharap besar pada lebaran tahun ini. Pasalnya banyak sektor industri yang dilakukan relaksasi sehingga bisa sedikit meraup pendapatan. Mereka mulai melakukan aktivitas ekonomi seperti sedia kala, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Baca Juga: Mulai Hari Ini, Tarif Rapid Test Antigen di Stasiun Hanya Rp 85.000
"Tapi kenapa mudik masih dilarang. Padahal mudik adalah falsafah masyarakat Indonesia satu tahun sekali. Bagi kami, para pengusaha angkutan, lebaran juga menjadi harapan," beber dia.
Dida mengaku, para pengusaha telah mempersiapkan kelaikan armada untuk lebaran tahun ini. Dengan harapan armada yang pada tahun 2019 lalu banyak menganggur, tahun ini bisa kembali dioperasikan pada saat angkutan lebaran.
"Tapi kenapa justru dilarang, makanya kami mohon kepada pemerintah pusat, bahwa aturan itu harus ditinjau ulang. Karena merugikan kami. Tinggal untuk pelaksaan mudik nanti kita tetapkan proses secara ketat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Manajer Keuangan PT KAI Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung, Erwin mengatakan, pandemi menjadi pukulan telak bagi BUMN tersebut. Erwin memaparkan, tahun 2020 penurunan jumlah penumpang sangat tajam dan kerugian corporate selama pandemi mencapai Rp 1,75 triliun.
Baca Juga: Mudik Dilarang, Begini Tips Seru Lebaran Idul Fitri di Rumah Saja
Memasuki 2021, pendapatan PT KAI memperlihatkan peningkatan dibanding 2020. Per Maret 2021, pendapatannya sebesar Rp 322 juta per hari. Memasuki April 2021 mencapai Rp 600 juta per hari.
"Namun dibanding kondisi normal masih jauh. Rata-rata kondisi normal kita Rp 2,5 miliar per hari," ucap dia.
Salah satu penggenjot pendapatan adalah GeNose C-19. Pengguna GeNose C-19 setiap bulannya terus meningkat. GeNose digunakan sebagai syarat untuk memudahkan penumpang dalam melengkapi persyaratan perjalanan kereta api jarak jauh.
Dari segi kebijakan ekonomi, Wakil Ketua Sub Divisi Kebijakan Ekonomi Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jabar Yayan Satyakti menyebut pihaknya melakukan riset mengenai mudik. Hasilnya, ia mengestimasikan larangan mudik tak akan berpengaruh ke mobilitas masyarakat
Baca Juga: Pemkot Solo Siapkan Solo Technopark untuk Karantina bagi Pemudik
"Jadi, saya membuat estimasi larangan mudik tak akan berpengaruh ke mobilitas Jabar. Orang tetap mudik walaupun dilarang," ujar Yayan.
Hal tersebut, kata dia, diketahui dari hasil penelitian koefisien penurunan mobilitasnya hanya 13,6 persen, mobilitas menurun dibandingkan sebelum Idul Fitri.
Penurunan mobilitas yang cukup signifikan, terjadi pada awal pandemi di Maret 2020. Karena, saat itu semua orang tak beraktivitas.
"Signifikansi pergerakan orang ke pandemik tinggi. Orang 100% nurut tak beraktivitas tak mau berkegiatan lainnya," tuturnya.
Begitu juga saat WFH diberlakukan, mobilitas orang turun sampai sampai Ramadan mencapai 70 persen. Namun, ketika mudik 2020 pergerakan orang turun hanya 13 persen.
"Artinya orang ingin mudik karena social behavior," imbuhnya.
Yayan menilai, saat ini mobilitas masyarakat masih rentan untuk meningkatkan penularan pandemi. Makanya, pemerintah harus memperketat.
"Ada 8 juta orang yang mungkin akan mudik. Saat ini, kebijakan pemerintah semakin mintul karena tak efektif lagi," tutupnya.
foto bersama : Narasumber Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB)