Kartini banyak menuliskan surat yang berisi keluhan mengenai kondisi wanita di pribumi. Ia melihat contoh kebudayaan Jawa yang kala itu menghambat kemajuan pribumi saat itu.
Ia juga mengungkapkan banyaknya kendala yang dihadapi perempuan pribumi khususnya di Jawa agar bisa lebih maju.
Pada 12 November 1903, R.A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat. Suaminya tersebut memberikan Kartini kebebasan dan dukungan.
Ia didukung untuk mendirikan sebuah sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Baca Juga: Tayang Hari Ini di Netflix, Ini Sinopsis 'Surat Cinta untuk Kartini'
Berkat tekad dan kegigihannya yang kuat, pada tahun 1912 Kartini mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini (Sekolah Kartini) di Semarang.
Kemudian, Sekolah Kartini selanjutnya berhasil didirikan di kota besar lainnya seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, hingga Cirebon.
Kartini dan Adipati memiliki seorang anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada 13 September 1904.
Namun sayangnya, empat hari setelah melahirkan, R.A. Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904.
R.A. Kartini meninggal di usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Rembang, Jawa Tengah.
Penerbitan buku Habis Gelap Terbitlah Terang
Wafatnya R.A. Kartini tidak mengakhiri perjuang R.A. Kartini semasa hidupnya.
Salah satu temannya di Belanda, Mr. J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa.
Karya tulisan R.A. Kartini pun diterbitkan dalam buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku ini diterbitkan pada tahun 1911 dan cetakan terakhir ditambahkan surat “baru” dari Kartini.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hari Kartini 21 April: Berikut Sejarah hingga Biografi RA Kartini