DBD adalah penyakit musiman, bila curah hujan tinggi maka cenderung kasus DBD tinggi.
“Prediksi kami adanya Covid-19 masyarakat sepertinya fobia atau takut datang ke rumah sakit. Jadi kalau ada gejala yang khas seperti demam, muncul ruam atau bintik merah dan mengarah ke DBD, masyarakat menahan tidak datang takut terinfeksi Covid-19. Karena tren 5 tahun lalu, 1 bulan rata-rata diatas 50 bahkan ada yang 100 lebih. Sejak adanya Covid-19 tahun 2020 trennya turun, tapi 2021 5 bulan terakhir di bulan Mei cenderung naik,” tukasnya.
DBD disebabkan virus dengue, bila terlambat mendapat pertolongan akan terjadi kebocoran plasma bagian sirkulasi dalam tubuh.
Baca Juga: Waspadai DBD, Masyarakat Diimbau Lakukan PSN Dengan 3M Plus Mandiri
Tubuh akan dehidrasi dan schock. Bila pasien datang dalam keadaan setengah sadar atau tidak sadar dan pembuluh darah vena sudah sulit dipasang infus maka resiko kematian tinggi.
“DBD mengancam jiwa bila terlambat mendapat pertolongan di rumah sakit atau puskesmas,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa dari 18 kecamatan di Palembang di tahun 2021 yang paling banyak kasus DBD adalah kecamatan sako dan sukarami.
Hal ini karena dua kecamatan tersebut tergolong padat penduduk.
“Dua kecamatan ini hampir sama selalu mendominasi tiap tahun. Jumlah penduduk kecamatan sukarami 113 ribu, kecamatan lain 31 ribu , ib2 69 ribu, sako 85 ribu,” tukasnya.
Baca Juga: Pemkab Sleman Kick Off Implementasi Teknologi Wolbachia dalam Pengendalian DBD