Mengenai persepsi kondisi kemacetan di Surabaya, kata Didik, walau diakui jalanan Kota Surabaya padat pada jam tertentu, tetapi sebanyak 67 persen populasi tidak merasakan kemacetan sebagai persoalan.
76 persen populasi mempunyai persepsi jalanan Kota Surabaya cukup lancar dan tidak terlalu macet.
19 persen populasi merasa macet, tapi masih biasa saja dan 5 persen merasa sangat macet dan mengesalkan hati.
Baca Juga: Wali Kota Surabaya Minta Semua Pelayanan Administrasi via Aplikasi dan Berhenti di Kelurahan
Sementara itu, Elizabeth Alexandria L, mahasiswi Magister Manajemen Unair, yang juga ikut terlibat dalam penelitian ini mengatakan, mengenai keamanan di Surabaya, walau 87 persen warga merasa aman dan nyaman tinggal di Kota Surabaya, masih ada 13 persen warga yang berpersepsi tidak aman.
Kondisi itu disebabkan didominasi oleh narasi berita kasus perampokan, peredaran alkohol, peredaran narkoba, pencopetan, remaja merokok, penipuan, balap liar dan premanisme yang dirasa meresahkan warga.
Agar masalah ini bisa diatasi, alumni manajemen Fakultas Ilmu Budaya Unair 2012 ini memberikan rekomendasi agar Pemkot Surabaya memperbanyak CCTV, khususnya di daerah yang rawan kriminalitas, karena terlihat dalam survei bahwa adanya CCTV signifikan meningkatkan perasaan aman.
Sementara itu, akibat pandemi Covid-19 yang melanda Kota Pahlawan, kata Elizabeth, 73 persen responden mengalami penurunan pendapatan.
Dari jumlah itu, 70 persen warga mengalami penurunan pendapatan lebih dari 25 persen, bahkan hampir 30 persen warga mengalami pendapatannya turun hingga 50-75 persen dibanding sebelum pandemi Covid-19.
"Kondisi ini menjadi indikasi urgensi pada pemulihan ekonomi Surabaya di masa pandemi. Rekomendasi kami atas permasalahan ini adalah pemberian bantuan khususnya bantuan tunai langsung dan optimalisasi validitas data penerima bantuan atau korban terdampak pandemi menjadi faktor penting," ungkapnya.
Baca Juga: Hari Pertama Kerja, Wali Kota Surabaya Silaturahmi OPD
Sebanyak 34 persen warga merasa lapangan kerja yang tersedia sangat kurang.
Kondisi ini disebabkan selain faktor pandemi Covid-19, juga karena ketidakseimbangan antara supply dan demand lapangan pekerjaan menjadi faktor.
Untuk penyediaan lapangan kerja ini, rekomendasi yang diberikan adalah pemberian kemudahan perizinan investasi untuk menarik investor lokal maupun asing berinvestasi, terutama pada proyek padat karya.
Kemudian implementasi proyek pemerintah padat karya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Baca Juga: Gelar Shalat Idul Fitri di Rumah Dinas, Ini Imbauan Wali Kota Surabaya
Terkait masalah pendidikan, Achmad Zanwar A, yang juga ikut terlibat dalam penelitian mengatakan, saat ini masih terjadi perdebatan di masyarakat terkait pembukaan sekolah.
Sebanyak 51 persen warga sekolah tetap ditutup dan 49 persen ingin sekolah dibuka.
Kondisi ini berbeda dengan tempat ibadah, yang 82 persen warga ingin tempat ibadah dibuka dan 18 persen ditutup.
"Selama pandemi, sekolah dilakukan secara online. Namun cara ini menimbulkan masalah, karena 39 persen siswa tidak memiliki laptop atau komputer pribadi, mereka tentunya mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses belajar online. Akibatnya, pembelajaran secara online menjadi kurang efektif dan tidak dapat dirasakan oleh semua siswa. Kebijakan pembukaan kembali sekolah secara fisik harus dibarengi dengan sosialisasi yang baik, masyarakat terbelah seimbang antara mendukung sekolah dibuka versus tetap online " ujar alumni Sistem Informasi Universitas Brawijaya ini.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Pertahankan Opini WTP dari BPK