Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta kaemanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126).
Baca Juga: Protokol Kesehatan Menyembelih Hewan Kurban Saat Idul Adha di Semarang
Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Baca Juga: Pedagang Hewan Kurban Harus Memenuhi Persyaratan ini
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Baca Juga: Tahun ini, Penyembelihan Hewan Kurban Harus Terapkan Protokol Kesehatan
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102).
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, datanglah setan sambil berkata, “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembeli!” “Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!” “Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia.” Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, “Bismillahi Allahu akbar”. Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.
Baca Juga: Tahun ini, Penyembelihan Hewan Kurban Harus Terapkan Protokol Kesehatan
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di leher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
Baca Juga: DPKP Palembang: Hewan Qurban yang Tidak Memenuhi Standar Masih Diperjualbelikan
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”