"Kemudian kita juga melakukan kerjasama dengan Forum Anak Surabaya menyosialisasikan kepada anak-anak bagaimana menjalankan pola hidup sehat di masa pandemi ini. Saling sharing dengan teman-teman mereka dalam menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti menjelaskan, secara teknis penilaian Kota Layak Anak tak hanya dilakukan pemerintah pusat melalui Kemen PPPA. Tetapi, dalam proses penilaiannya, mereka juga melibatkan berbagai pihak terkait.
"Sehingga mereka bisa melihat langsung bagaimana peran Surabaya di dalam memenuhi hak-hak anak dari semua aspek itu," kata Antiek.
Ia memaparkan, bahwa penilaian Kota Layak Anak ini diukur melalui 24 indikator yang mencerminkan implementasi atas 5 klaster substantif Konvensi Hak Anak.
Baca Juga: Usai Persiapan, Kota Surabaya Resmi Buka Rumah Sehat Kelurahan
Meliputi, Klaster 1, Pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak; Klaster 2, Pemenuhan hak anak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; Klaster 3, Pemenuhan hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan; Klaster 4, Pemenuhan hak anak atas pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; dan Klaster 5, Perlindungan khusus anak.
"Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi anak-anak terkait pandemi ini juga menjadi variabel yang juga masuk di dalam penilaian kehidupan pemenuhan yang sehat," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya ini.
Selain itu, Antiek menyatakan, tim penilai KLA juga melihat konsistensi maupun kolaborasi yang dilakukan Pemkot Surabaya ini bukan sekadar untuk mendapatkan penghargaan.
Baca Juga: Pasien Mulai Sembuh, BOR Rumah Sakit di Kota Surabaya Turun 7 Persen