Foto: Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik (kanan) saat launching rumah isoman di Bekasi belum lama ini (
)
Bandung, Sonora.ID - Tingginya kasus Covid-19 di Indonesia dikarenakan masih lemahnya kedisplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan (prokes) dan rapuhnya aktivitas tes, telusur, dan penanganan (Testing, Tracing, dan Treatment -3T).
Gaung 5M atau menggunakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas masih dapat dikalahkan karena kurang disiplinnya masyarakat Indonesia dalam menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, 3T atau testing, tracing , dan treatment di Indonesia juga masih belum maksimal.
"Sebenarnya 3T itu sangat penting. Namun karena mahal, jadi akses untuk melakukan testing ini masih sangat rendah," ucap Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik kepada Sonora Bandung, Sabtu (31/7/2021).
"Kami dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat (Jabar) sangat mendorong pemerintah dalam menggiatkan 3T agar lebih masif untuk memutus penyebaran Covid-19," ucapnya lagi.
Lebih lanjut Ning mengungkapkan, mahalnya harga tes Covid-19 di Indonesia masih terbilang cukup mahal yang akhirnya membuat masyarakat tidak melakukan testing.
"Di India, PCR itu biayanya hanya 650 Rupee atau setara Rp130.000. Sedangkan di Indonesia biaya PCR tergolong mahal, mulai dari Rp.500 ribu hingga Rp1 jutaan. Kalau PCR saja cuma Rp130.000. Bgaimana dengan antigen? Pasti lebih murah," ungkapnya.
"Kalau murah, masyarakat tentu lebih mampu untuk menjalani testing. Karena peserta testing meningkat, otomatis masyarakat yang terpapar bisa terdeteksi lebih awal dan bisa memiliki kesempatan sembuh lebih besar," imbuhnya.