Meski demikian, Perry menilai depresiasi tersebut relatif masih lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan kurs mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia dan Thailand.
“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” lanjut Gubernur Bank Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut Perry juga mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan pada triwulan II tahun 2021 diperkirakan tetap rendah.
Hal ini ditopang oleh kinerja ekspor yang tinggi sejalan dengan kenaikan permintaan global dan harga komoditas dunia.
Sementara itu, untuk posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2021 tercatat sebesar 137.3 miliar dolar Amerika Serikat.
Jumlah tersebut setara dengan pembiayaan 8.9 bulan impor atau 8.6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan berada di atas standar kecukupan internasional, yakni sekitar 3 bulan impor.
“Ke depan, defisit transaksi berjalan pada 2021 diprakirakan tetap rendah di kisaran 0,6%-1,4% dari PDB, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia,” sebut Perry.
Baca Juga: Jabar Kini Miliki Ekosistem Investasi untuk Peningkatan Investasi Jabar Juara