Makassar, Sonora.ID - Peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura dinilai sebagai kunci penting dalam meningkatkan daya saing pertanian Tanah Air yang diharapkan bisa memunculkan peluang ekspor.
Hal itu dapat dicapai salah satunya dengan menghadirkan pupuk berkualitas dan ber-SNI.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito, mengatakan, sejalan dengan arah dan tujuan tersebut, BSN telah mengembangkan 29 SNI Pupuk.
SNI Pupuk tersebut ada yang bersifat sukarela, namun juga ada yang diberlakukan secara wajib.
“SNI Pupuk yang diberlakukan secara wajib ada tujuh SNI,” terang Wahyu dalam siaran pers daring, Jumat (3/9/21).
Ketujuh SNI tersebut yaitu SNI 2801:2010 Pupuk urea; SNI 02-1760-2005 Pupuk amonium sulfat, SNI 02-0086-2005 Pupuk tripel super fosfat, SNI 02-2805-2005 Pupuk kalium klorida.
Selanjutnya, SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36, SNI 02-3776-2005 Pupuk fosfat alam untuk pertanian, dan SNI 2803-2012 Pupuk NPK padat.
Baca Juga: Pemkab PPU Dapatkan Jatah Pupuk Hayati Dari Kementan RI
Pemberlakuan SNI secara wajib, lanjut Wahyu, ditetapkan pemerintah dengan alasan untuk melindungi konsumen.
“Untuk pupuk tertentu yang tidak sesuai spesifikasi, akan merusak unsur tanah, dan juga tanaman sehingga akan mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup,” ujar Wahyu.
SNI 2801:2010 Pupuk urea, misalnya, standar ini merupakan revisi dari SNI 02-2801-1998 dan disusun oleh Komite Teknis 65-06, Produk Kimia dan Agrokimia.
Yang dimaksud pupuk urea dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)2. Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran.
Baca Juga: Budidaya Media Tanam Organik di Masa Pandemi
Jika salah satu persyaratan mutu dalam SNI tersebut tidak terpenuhi, maka akan berakibat pada kebaikan alami tanah dan juga keberhasilan tanaman.
“Dalam SNI Pupuk urea persyaratan mutunya terbagi dua yakni butiran dan gelintiran. Mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran maupun gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran maupun gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%,” tambahnya.
Mengingat pentingnya persyaratan mutu SNI dan akibatnya jika tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk non SNI, yang sudah diberlakukan secara wajib SNI nya.
Baca Juga: Budidaya Media Tanam Organik di Masa Pandemi