Namun frekuensi yang sering ini tidak membuat suatu keluarga dapat menghindari mispersepsi.
Sebaliknya, sebuah keluarga justru sering terjebak dalam misinterpretasi.
Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan dalam internal suatu keluarga bukanlah seberapa banyak atau sering komunikasi yang dilakukan, melainkan bagaimana kualitas komunikasi yang terbangun.
Kualitas komunikasi ini merujuk seberapa substantif atau berbobot informasi yang disampaikan dan diterima oleh anggota lainnya.
CEO The Jakarta Consulting Group tersebut turut menegaskan bahwa menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga tidak dilakukan dengan menghindari percakapan, melainkan terus membangun dialog yang substantif.
Baca Juga: Pakar Finansial: 3 Hal yang Perlu Milenial Catat untuk Menyiapkan Masa Depan