Jakarta, Sonora.Id - Kemajuan teknologi informasi memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia. Sejumlah kegiatan terdisruptif menjadi digital, termasuk kegiatan membaca dan menulis. Kemampuan literasi baca-tulis di era digital mutlak diperlukan agar masyarakat tidak mendapatkan informasi yang negatif.
Hal itu disampaikan Duta Baca Indonesia Gol A Gong pada Webinar Literasi Baca Tulis di Era Digital yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional RI, Jum’at, (15/10/21). Menurut Gong, perkembangan digital akhir-akhir ini yang dirasa mendorong hasrat masyarakat dunia berbondong-bondong melakukan urbanisasi ke kota karena infrastrukturnya yang lebih modern. Keberadaaan internet diyakini turut menambah kemudahan di semua sektor kehidupan.
“Literasi baca-tulis harus disandingkan. Jangan dipisah-pisah. Yang sekarang terjadi adalah literasi bacanya masih kurang, sudah langsung nulis. Akibatnya, muncul bahasa-bahasa alay dalam keseharian,” kata Gong
Gong A Gong menambahkan agar bisa berliterasi digital dengan baik, seseorang harus punya kemampuan literasi informasi yang baik pula. Dan kemampuan literasi informasi berawal dari literasi baca-tulis.
“Jika ini terstruktur dengan benar, maka literasi digital bakal jadi bagian dari pemberdayaan diri. Siapapun bisa memilah mana informasi yang bener, mana yang menyesatkan,” ujar Gol A Gong.
Founder Kelas Menulis Daring (KMD) Muhammad Subhan mengatakan salah satu musuh besar dari arus digitalisasi adalah rentan terjadinya plagiat. Praktek plagiasasi banyak menyasar pada dunia pendidikan, apalagi perguruan tinggi. Perilaku mengubah judul, nama, atau bahkan kalimat merupakan tindakan yang tidak literat.
“Praktek plagiasasi merupakan kejahatan intelektual,” terang Subhan.
Subhan menaruh harapan besar dengan adanya literasi digital. Ia berpikiran semestinya literasi digital mampu mengajak orang ‘melek’ informasi sehingga tidak asal bertindak. Sehingga literasi baca-tulis tetap harus ditumbuhkan meski digital menjamur.
“Secara umum, literasi itu penting dan merupakan jalan keluar dari lingkaran setan kehidupan, seperti kemiskinan,” tutup Subhan.
Sebuah riset mengatakan bahwa per 2020, tidak kurang dari empat miliar penduduk bumi mengakses media digital setiap harinya. Di Indonesia tidak kurang dari 170 juta penduduknya massif bermedia sosial. Mayoritas pengguna media sosial di Indonesia merupakan golongan usia produktif.