Sonora.ID - Budaya minum teh tak hanya populer di beberapa negara seperti Jepang, Tiongkok atau Belanda, tetapi di beberapa wilayah Indonesia seperti salah satunya Solo, ternyata juga memiliki tradisi “ngeteh”.
Tradisi ngeteh bagi warga Solo sudah ada sejak zaman kerajaan era kolonial Belanda.
Termasuk budaya minum teh di Kadipaten Mangkunegaran atau Praja Mangkunegaran.
Kadipaten ini pernah berkuasa di daerah Surakarta selama 189 tahun, yaitu dari tahun 1757-1946. Tradisi minum Teh ‘ala Solo’ tersebut melekat hingga sekarang.
Uniknya teh di Kota Solo ini terkenal dengan rasanya yang ginastel atau legi (manis), panas, dan kenthel (kental), serta wasgitel (wangi), sepet (sepat), legi (manis), dan kenthel (kental) yang mana racikannya berasal dari campuran atau oplosan berbagai merk teh.
Baca Juga: Resep Teh Kampul Khas Solo, Segarnya Minuman yang Mirip Lemon Tea
“Oplosan” begitulah istilahnya, mencampurkan lebih dari satu jenis teh untuk mendapatkan cita rasa yang pas. Selain itu warna teh solo yang cokelat pekat menjadi salah satu daya tarik tersendiri.
Umumnya, teh oplos ini menggunakan tiga macam teh berbeda, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan banyak jenis teh.
Yang menarik, banyak warung wedangan di Solo yang menyajikan teh dengan rasa khas tersendiri bagi pelanggannya. Masing-masing memiliki resep oplosan tersendiri.
Merek teh yang beredar saat ini sudah semakin banyak. Namun warga Solo memiliki primadona tersendiri, seperti Sintren, Nyapu, Gopek, Gardoe ataupun 999.
Sudah pernah mencoba teh oplosan ala Solo? Bagaimana pendapat Anda?
Baca Juga: Mata Maling, Camilan Berbahan Dasar Melinjo yang Gurih Khas Solo