"Ibaratnya orang baru sembuh dari sakit, langsung mau disuruh untuk berlari. Itu kan sulit," ungkapnya.
Dilain pihak, perwakilan buruh Mulyadi Arif mengaku menolak keputusan tersebut. Kenaikan 1,2 persen dinilai terlalu rendah dari usulan yang diajukan yakni sebesar 8 persen.
"Disnaker Makassar mewakili Pemerintah ngotot memaksakan kenaikan UMK di tahun 2022 hanya di angka 1,2 persen, sementara kami mengusulkan 8 persen dengan berbagai pertimbangan, tapi itu tidak diakomodir," ucapnya.
Dia memaparkan usulan kenaikan 8 persen yang diajukan pihaknya sudah melalui sejumlah pertimbangan. Diantaranya angka pertumbuhan ekonomi nasional dan Makassar, daya beli masyarakat dan harga bahan pokok serta bahan bakar minyak (BBM) yang mengalami peningkatan.
"Dengan kenaikan 8 persen, tentu dapat meningkatkan daya beli pekerja dan produktivitasnya. Saya yakin pertumbuhan ekonomi juga akan tinggi ini," jelas Perwakilan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) ini.
Menaggapi, Kepala Disnaker Nielma Palamba menilai kenaikan UMK 1,2 persen sudah cukup representatif untuk pekerja di Kota Makassar. Jika dinaikkan ke angka 8 persen, dikhawatirkan justru para pengusaha tidak mampu membayar upah pekerja.
"Kalau dinaikkan terlaku tinggi, bisa-bisa usaha kolaps. Akhirnya pengangguran terbuka dan PHK meningkat, karena perusahaan tidak mampu membayar upah. Kami ingin semua stabil. Kami memihak ke buruh, juga memperhatikan keberlanjutan usaha," tutupnya.
Baca Juga: Kota Malang Raih Peringkat Pertama Transaksi Terbanyak Jatim Bejo