Sonora.ID - Menghadapi era industri 4.0 manusia dituntut untuk bisa menjangkau seluruh kebaruan. Hal ini juga menuntut manusia untuk berpikir lebih guna mengimbangi kemajuan zaman.
Industri 4.0 merupakan fase baru yang memiliki fokus pada digitalisasi di interkonektivitas, otomatisasi, machine learning, dan real time data.
Pemanfaatan digitalisasi ini juga ditandai dengan digunakannya kecerdasan buatan atau artificial intelligence untuk kebutuhan manusia yang kemudian diterjemahkannya menjadi sebuah algoritma.
Untuk membentengi diri dan menghadapi masa ini, berpikir kritis menjadi sebuah keharusan. Jensen (2011) berpendapat bahwa berpikir kritis berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia.
Dengan berpikir kritis, manusia dapat mengontrol dirinya agar terus memimpin teknologi, bukan sebaliknya.
Baca Juga: Ditandai Internet, Revolusi Industri 4.0 Menuntut Adanya Kolaborasi
Dalam hal ini, cara berpikir kritis juga disampaikan Yogie Pranowo, Peneliti dan Dosen Filsafat, dalam siniar Obsesif. “Bagaimana kita harus bisa menunjukkan ada kesalahan apa di sana lalu memberi solusinya apa, bukan hanya melawan-melawan …,” ujarnya. Menurutnya juga berpikir kritis erat kaitannya dengan tujuan hidup dan kondisi saat ini.
Setiap orang memiliki tujuan hidupnya masing-masing. Namun hambatan-hambatannya juga ada, sering kali datangnya dari diri kita sendiri.
Seperti adanya godaan yang mematahkan kita untuk mencapai tujuan hidup. Selain itu, kultur di era baru yang terus berubah juga mempengaruhinya.