Go Internasional, Usaha Keranjang Ini Tembus Pasar 3 Negara di Dunia

15 Maret 2022 15:30 WIB
Tugimin 52 tahun, pengrajin dan pengusaha asal Sragen.
Tugimin 52 tahun, pengrajin dan pengusaha asal Sragen. ( Tribun Solo)

Sonora.ID - Siapa sangka kerajinan desa di tepi hutan Kabupaten Sragen ini bisa mendunia.

Ya, kerajinan dari Desa Kowang, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang ini bisa dijual di pusat perbelanjaan luar negeri, seperti Singapura, Korea dan UEA.

Dibuat dari tumbuh-tumbuhan rawa-rawa atau disebut dengan Mendong.

Melalui tangan ibu-ibu, tanaman tersebut dibuat menjadi sebuah kerajinan tangan yang cantik dan tentu menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Tapi, siapa yang berkontribusi membuat profesi indah ini mendunia? Tugimin (52 tahun), pria yang awalnya bekerja sebagai peternak ayam.

Awalnya pada tahun 1999, ia mulai memberdayakan masyarakat untuk beternak ayam kampung.

Bisnis ayamnya dimulai dan kemudian dia memikirkan bagaimana tetap produktif selain beternak ayam.

Akhirnya ia mencoba membuat kerajinan tangan dan mencoba memasarkannya di pasar luar negeri.

Awalnya, ia membuat kotak tisu dari eceng gondok transparan dan laku di pasar Singapura.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Aplikasi Faktur Gratis dan Populer Skala Internasional bagi UMKM

Tugimin kemudian mencoba memasarkan keranjang mendong buatan ibu-ibu tersebut, yang kini populer di pasar dari Korea, Malaysia, Singapura, hingga Uni Emirat Arab.

Menurut Tugimin, sejak diluncurkan pada 2015 lalu, keranjang dari daun rawa tersebut sudah terjual jutaan keping.

“Sejauh ini sudah jutaan, satu ekspor bisa satu kontainer, cukup satu negara saja yang datang,” kata Tugimin.

Keranjang sering digunakan sebagai tempat pakaian kotor, biasanya terletak di rumah atau di hotel.

Selain keranjang, Tugimin juga menawarkan produk lain seperti hiasan dinding, kap lampu yang juga tak kalah peminatnya.

“Sejauh ini tidak ada keluhan dan pesanan masih dalam proses, mendapat respon yang baik dari masyarakat luar negeri,” jelasnya.

Apalagi sekarang setelah pandemi, banyak KBRI yang membantu ekspor produk dalam negeri, tambahnya.

Ternyata Tugimin bukanlah orang kaya dan berpendidikan. Anak sulung dari tiga bersaudara, ia dilahirkan dalam keluarga petani sederhana.

Tugimin baru saja lulus dari Sekolah Dasar (SD) yang kemudian diam-diam mengejar Paket B.

Baca Juga: Jumlah Investor Meningkat, Kemenparekraf Dorong UMKM Maksimalkan Akses ke Pasar Modal

Orang tuanya melarangnya untuk belajar ke tingkat yang lebih tinggi, karena sebagian besar orang di lingkungannya yang lulus dari sekolah menengah atau perguruan tinggi akhirnya hanya mendapatkan pekerjaan sambilan dan semakin banyak semakin baik.

“Saat itu saya masih SMP dan mengejar paket B. Saat itu pun saya harus bersembunyi dan bekerja paruh waktu di luar. Bahkan sekarang mungkin orang tua saya tidak tahu,” jelasnya.

Meski begitu, ia tak ingin larangan itu diturunkan kepada kelima anaknya. Anak pertamanya lulus dari Fakultas Sastra Inggris Universitas Indonesia (UI) dan langsung diajak menjadi guru di Kampung Inggris, Kediri.

Anak keduanya juga menyelesaikan kelas pengembangan bahasa Inggris, sekarang mengajar di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Sragen.

Sementara anak ketiga, selalu mempelajari penjelasan tentang Kabupaten Sragen, yang kadang-kadang mengajar di Desa Inggris, Kediri.

Anak keempat masih di tahun pertama sekolah dasar dan anak berusia lima tahun itu.

"Jika sekarang, anak harus dididik karena dididik, pada dasarnya jika sekolah harus dimaksimalkan, tetapi jika gajinya terlambat, jangan kaget," katanya.

Salah satu ibu dari keranjang adalah Ngadiyem (50). Dia mulai bergabung dengan Mendong yang dikeringkan untuk bentuk keranjang.

Tangannya tampak sangat pandai merajut pria, lalu menjahit, hingga berubah menjadi satu set tiga keranjang anyaman.

Baca Juga: Melihat Upaya Mahasiswa Pekanbaru dalam Mengembangkan UMKM Setempat

Ia kemudian mengumpulkannya dari pengepul dan Ngadiyem berhak atas Rp 65.000 untuk satu set bakul mendong.

Menurut Ngadiyem, usaha kerajinan tangan sangat membantu perekonomian keluarganya. Jadi selama pandemi Covid-19, dia tidak terlalu peduli dengan keuangan keluarga.

“Sangat bermanfaat, suami saya hanya pekerja biasa, saya juga tidak punya ladang, jadi melakukan kerajinan ini sangat bermanfaat,” ujarnya, Minggu (13 Maret 2022).

"Intinya kalau butuh uang, kalau tidak punya uang, uangnya selalu ada ya dari bisnis ini," imbuhnya.

Juwati, seorang ibu rumah tangga, mengatakan hal yang sama.

Meski sibuk mengurusi anak-anaknya yang masih kecil, ia tak mau tinggal diam membantu menopang perekonomian keluarga.

“Menenun berlangsung dua tahun, karena tidak ada pekerjaan, sehingga bisa membantu perekonomian keluarga,” kata Juwati.

“Disela-sela momong, bisa buat kerajinan tangan laki-laki, satu set per hari,” imbuhnya.

Jika menghitung, pengrajin keranjang Mendong dapat menghasilkan pendapatan sekitar 1.950.000 per bulan, jika menambah satu set set secara sistematis.

Baca Juga: Kisah Pedagang Angkringan, Raup Untung Hingga 100 Transaksi Per Hari Berkat Penjualan Digital

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm