Hal ini jelas membuat perubahan dari sektor industri untuk memasarkan produknya kepada generasi muda. Namun, menurut Faisal, hanya sebagian perusahaan yang benar-benar mengubah strategi marketing-nya.
Sebagian tetap pada cara lamanya karena kebutuhan praktis. Akan tetapi, ada juga yang berani untuk mendekat ke komunitas generasi muda. Ini dilakukan untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan atau mereka yakini.
Dari berbagai riset yang dilakukan, Faisal mengatakan, anak muda memiliki banyak pertanyaan tentang sejarahnya sendiri. Pertanyaan paling umum adalah “Siapa saya dan bagaimana generasi saya?”.
Terlebih, dalam hal ekonomi, pandangan dunia sudah mulai memperhatikan atau bergeser ke Asia. Menurutnya, hal ini karena negara-negara Asia seperti Cina dan Jepang mulai melihat dan menerima sejarahnya sendiri. Karena sadar akan hal itu, akhirnya membuat bangsa Asia lebih kuat menyongsong masa depan.
Menelisik sejarah, pasti ditemukan banyak perdebatan. Satu hal yang menarik adalah kemampuan generasi terdahulu dalam mencapai satu titik penemuan atau peradaban. Sumbangsih pengetahuan yang mereka berikan, jelas harus didukung dengan kepercayaan diri untuk membesarkannya.
“(Kalau melihat) perjalanan Nusantara. Rasanya kalau kita meng-embrace itu, kita punya satu pride, satu kepercayaan diri. Apa pun masalah di depan generasi muda bisa atasi,” ujar Faisal.
Baca Juga: 5 Pekerjaan Impian di Dunia Metaverse, Patut Dicoba Para Generasi Z
Generasi Muda dan Gelombang Globalisasi yang Kian Pesat
Gelombang globalisasi harus ditanggapi dengan bijak oleh generasi muda. Terkadang globalisasi akan membuat seolah-olah negara lain memaksakan kulturnya ke suatu negara hingga menjadi tidak terkendali.
Masifnya teknologi di masa kini membuat kita harus bisa menyaring mana yang kita butuhkan, bukan lagi pada tren terbaru.
Generasi masa 1990-an dengan generasi saat ini menurut Faisal tidak jauh berbeda. Kalau pada zaman dahulu revolusi industri, sekarang adalah digitalisasi. Ketika dulu baru ditemukan gawai, sekarang semua hal bisa dilakukan dalam benda tersebut.
Dilihat dari keduanya, tantangannya hampir sama. Begitu pula dengan pengaruh dari luar di kedua masa ini. Namun, tanpa sadar ada suatu resistensi dan upaya menemukan jati diri yang berawal dari generasi muda.
Faisal meyakini bahwa sejarah itu berulang. Namun bukan berarti satu peristiwa yang sama akan kembali terjadi. Akan tetapi, dari berbagai situasi yang terjadi, mirip dengan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah generasi masa muda di masa Bung Karno dan saat ini yang sama-sama menghadapi pandemi.
Dengarkan lebih lanjut penjelasan dari Muhammad Faisal, Psikolog yang berhasil lulus doktoral di usia 34 tahun, mengenai peran generasi muda, dalam siniar Beginu. Dalam episode bertajuk, “Doktoral Muda dan Eksperimen Generasi Muda” di Spotify.
Penulis: Nika Halida Hashina dan Fandhi Gautama