Solo, Sonora.ID - Sepanjang Jalan Honggowongso, Kemlayan, Solo, pemandangan tak biasa terlihat selama bulan Ruwah atau menjelang Ramadan.
Banyak bunga mawar merah, pink, dan putih yang diletakkan di pinggir jalan. Tak hanya satu, namun banyak lapak memiliki bunga itu. Ternyata mereka adalah penjual bunga.
Di kawasan Pasar Kembang Solo ini, terpantau hujan tak menyurutkan warga untuk tetap membeli bunga. Sebab bulan ruwah ini memang digunakan masyarakat Indonesia yang melakukan ziarah dan nyekar. Bunga tentu dibutuhkan dalam prosesi itu.
Tak bisa dipungkiri, bulan ini ibarat berkah bagi para pedagang bunga. Senyum bisa dibilang merekah dari setiap wajah mereka. Bagaimana tidak? Khusus di bulan ruwah, mereka bisa meraup untung 5 kali lipat daripada hari biasa.
Yamti (53), salah satu pedagang bunga, mengatakan keuntungan ini memang musiman saja.
"Ya memang nggak setiap hari (harganya) segini. Cuma di bulan Ruwah, biasanya pembeli banyak atau ramai itu saat tanggal 15 Ruwah ke atas," ujar Yamti, kepada TribunSolo.com, Minggu (27/3/2022).
Perempuan asal Boyolali itu mengungkapkan, di bulan Ruwah, sebuket bunga bisa naik hingga Rp 500.000, bahkan hingga Rp 600.000. Sedangkan bunga dalam keranjang kecil, Yamti dibanderol Rp 50 ribu.
"Seikat yang kaya gini, kalau bunganya bagus-bagus bisa Rp 600 ribu. Biasanya cuma Rp 100-200 ribu di hari biasa," ungkapnya.
Yamti enggan menyebut jumlah pasti keuntungan bersih yang didapatnya. Namun dia mengatakan ada jutaan atau berkali-kali lipat keuntungan dibanding hari biasa.
"Ya adalah untungnya. (Jutaan) Ada. Ya Alhamdulilah pokoknya kalau bulan Ruwah gini," katanya.
Biasanya bunga yang dijual Yamti berasal dari Boyolali. Ia hanya menunggu para pemasok datang dan membawakan bunga. Di sisi lain, Yamti meyakini tidak pernah ada sakit hati saat berjualan bunga. Selama lebih dari 33 tahun sebagai penjual bunga, dia mengakui bahwa dia tidak menemukan apa pun selain kegembiraan di dalamnya.
Tidak jarang melihat pembeli menawarkan keuntungan yang terlalu rendah atau meminta lebih, dia mengundang dalam sebuah lelucon. Seperti ketika seorang pembelanja mengatakan hari ini bahwa sekeranjang bunga Rp 50.000 itu mahal. Yamti tidak segan-segan bercanda dengannya.
"Yo ora mahal mas. Regane udu munggah meneh iki, tapi cen ganti rega. Dipenake wae yo Mas nek karo ibu, gojekan wae," kata Yamti berbicara kepada pembeli bunganya.
Sementara itu, pedagang kembang di Pasar Boyolali tak begitu merasakan kenaikan harga bunga tabur saat Ruwahan (bulan jawa).
Pasalnya, meski harganya mengalami kenaikan, tapi penjualan bunga masih sepi. Mbah Supinah, penjual kembang di Pasar Boyolali Kota asal Karangkendal, Tamansari, mengatakan harga kembang tabur mulai mengalami kenaikan meski tak semahal dua tahun lalu. Saat ini harga satu ceting seharga Rp 20 ribu, dan satu rinjing seharga Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu.
"Harganya sudah agak mahal. Tapi ini termasuk lebih murah daripada dua tahun lalu. Kalau normal, satu rinjing paling Rp 50 ribu. Sekarang sudah tembus Rp 100 ribu. Ini masih akan naik lagi, terutama 20 ruwah, Rabu (23/3/2022). Karena bulan Ruwah biasa digunakan untuk nyekar. Harganya mahal karena itu," terangnya.
Hanya saja, pembeli kembang setaman ruwahan kali ini menurun. Bahkan mencapai 50 persen lebih. Hal itu tak lepas dari adanya pembatasan kegiatan sadranan. Sebab, mayoritas pembeli berasal dari Cepogo hingga Selo. Penurunan pembeli ini terjadi karena faktor pandemi. Adapun pembeli tidak seramai dulu. Kini dia hanya mampu menjual 4-5 rinjing kembang.
"Kalau dulu (Sebelum pandemi, red) trotoar sini penuh. Sekarang sepi. Itupun masih ditawar sampai murah banget. Saya sudah 35 tahun jualan kembang, kali ini termasuk sepi. Mungkin faktor ekonomi juga," terangnya.
Baca Juga: Tidak Hanya Umat Muslim, Ini 4 Agama dengan Tradisi Puasa yang Berbeda
Sumiyem, pedagang lain, mengatakan hal senada. Kenaikan harga ini tak lepas dari kenaikan harga dari petani. Satu rinjing kembang dibeli dengan harga Rp 60 ribu. Ada kenaikan sekitar Rp 20 -Rp 30 ribu/rinjingnya. Kembang tabur itu dijual lagi seharga Rp 100 ribu/rinjing.
“Tapi tahun ini memang gak seramai dulu," ungkap penjual kembang musiman di Pasar Boyolali Kota ini.
Terpisah, petani mawar asal Dusun Songgobumi, Desa Mriyan, Tamansari, Listiyani (30) memiliki lahan 2.000 meter persegi. Dalam sehari, dia bisa memanen 15- 20 rinjing. Biasanya dia menjual ke Pasar Mongko, Ringin Larik, Kecamatan Musuk.
“Harga jualnya juga tidak pasti. Saat masa Ruwah, kembang mawar bisa laku Rp 50- Rp 75 ribu/rinjing,” jelasnya.