"Oleh karena itu, salah satu fokus dalam pendampingan adalah meningkatkan pemenuhan gizi Catin/Calon PUS untuk mencegah kekurangan energi kronis dan anemia sebagai salah satu risiko yang dapat melahirkan bayi stunting”, terangnya.
Hasto menegaskan pentingnya inisiasi program wajib pendampingan, konseling dan pemeriksaan (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb) yang dilakukan mulai 3 (tiga) bulan sebelum menikah.
“Program ini penting untuk memastikan setiap calon pengantin/calon pasangan usia subur (Catin/Calon PUS) berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil”, imbuhnya.
Salah satu kegiatan prioritas yang ditetapkan adalah pendampingan kepada keluarga berisiko stunting oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) terdiri dari bidan desa, kader PKK dan kader KB. Secara Nasional sudah terbentuk 200 ribu Tim Pendamping Keluarga atau 600 ribu orang. Jumlah TPK di Kab. Banyuasin sebanyak 557 TPK atau 1.671 orang. TPK ini bertugas untuk melakukan pendampingan kepada remaja/calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-59 bulan, sehingga memiliki pemahaman yang cukup dalam upaya pencegahan stunting.
Untuk menjamin tercapainya keberhasilan tersebut, dokter Hasto menambahkan perlunya adanya sinergitas dan kolaborasi antara BKKBN, Kementerian terkait, serta seluruh pihak agar substansi sinergitas dan kolaborasi dalam pencegahan stunting dari hulu tersebut dapat diimplementasikan.
"Program ini perlu disosialisasikan dan ditindaklanjuti di level lapangan”, tegas Hasto.