"Kalau kita bicara tentang literasi untuk kesejahteraan tanpa produktivitas rasanya tidak nyambung. Seperti halnya di di beberapa kesempatan, Perpusnas dan pemerintah provinsi, kabupaten/kota sudah diapresiasi, kalau kita pameran bukan hanya buku-buku saja tetapi berdampingan dengan produk-produknya," terangnya.
Dia menambahkan, literasi bukan hanya sekadar kemampuan merangkai kata, melainkan kedalaman pengetahuan seseorang terhadap satu subjek ilmu pengetahuan tertentu. Ditegaskan bahwa parameter tertinggi literasi adalah kemampuan menciptakan barang dan jasa yang dapat dipakai dalam kompetisi global.
"Jangan selalu berpikir perpustakaan adalah deretan buku. Tetapi perpustakaan dapat mengubah dunia melalui jutaan buku yang bisa kita baca," katanya.
Dalam talkshow, Dosen Fakultas Komunikasi Universitas Putra Indonesia, Aminah Agustinah, mengatakan Indonesia tidak hanya membutuhkan masyarakat yang melek huruf saja tetapi masyarakat yang berbudaya literasi.
"Sangat penting meningkatkan indeks literasi bahkan membudayakan literasi. Karena ini dapat menjadi perlindungan pertama dalam mencegah berbagai masalah sosial, ekonomi, kesehatan, politik. Perjuangan kita saat ini akan sepadan dengan berdayanya masyarakat Indonesia di masa mendatang," katanya.
Pegiat literasi, Jejen Zaenal Mutaqin, menegaskan minat baca masyarakat Indonesia tidak rendah, tetapi akses bahan bacaan yang masih kurang. Dia menyebut, kondisi ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun menjadi tanggung jawab bersama.
Pada kesempatan yang sama juga dilakukan peluncuran Gerakan Cianjur Maca Online dan Offline (Gecco) dilanjutkan dengan pengukuhan Duta Baca dan Patriot Literasi.