2. Pemerintah Jepang melakukan strategi pencegahan bunuh diri di Aokigahara
Rencana ini tentunya bertujuan untuk mengurangi tingkat bunuh diri Jepang. Bagian dari tindakannya termasuk memasang kamera keamanan di pintu masuk Aokigahara dan meningkatkan patroli.
Konselor dan polisi pencegahan bunuh diri juga memasang berbagai tanda di sepanjang jalan di seluruh hutan berisi pesan seperti, "Pikirkan baik-baik tentang anak-anak Anda, keluarga Anda" atau "Hidup Anda adalah hadiah berharga dari orang tua Anda."
3. Beberapa buku mempopulerkan Aokigahara sebagai tujuan bunuh diri
Novel populer karya Seichō Matsumoto Tower of Waves (1960) menampilkan seorang protagonis yang meninggal di hutan.
Sementara karya kontroversial Wataru Tsurumi bertajuk The Complete Manual of Suicide (1993), menyebut Aokigahara sebagai "tempat yang sempurna untuk mati."
Buku panduan itu bahkan sempat ditemukan di antara barang-barang yang ditinggalkan pengunjung hutan.
4. Pencarian tahunan telah diadakan di Aokigahara sejak tahun 1970
Relawan setiap tahunnya melakukan patroli di daerah Aokigahara untuk menemukan sisa-sisa jenazah dan membawanya keluar dari hutan guna mendapat penguburan yang layak.
Pada awal 2000-an, 70 hingga 100 jenazah ditemukan setiap tahun. Akan tetapi, baru-baru ini, pemerintah Jepang menolak untuk mempublikasikan jumlah mayat yang ditemukan dalam pencarian.
5. Membawa tenda ke Aokigahara akan menarik perhatian
Berkemah sebenarnya memang diperbolehkan di daerah Aokigahara, namun polisi menganggap pengunjung yang membawa tenda berpotensi untuk bunuh diri.
Bila ada yang menginap selama beberapa hari, maka diyakini sedang mempertimbangkan keputusan mereka.
Orang-orang yang berpatroli biasanya akan melakukan tindak pencegahan dengan cara berbicara lembut pada para pekemah dan mendorong mereka untuk meninggalkan hutan.
Baca Juga: 10 Fakta Mengejutkan Wanita di Arab Saudi, Nggak Bebas dan Sulit Dapat Keadilan
Demikian kelima fakta Aokigahara yang terkenal sebagai hutan bunuh diri di Jepang. Bikin merinding, ya?