Sonora.ID - Seorang Kartono Mohamad bisa dicirikan dalam tiga hal. Ia keras kepala, berani melawan arus, dan lantang menyuarakan kebenaran.
Berulang kali ia bentrok melawan tirani mayoritas. Dari kontroversi mengundang Magic Johnson yang mengidap HIV/AIDS ke Indonesia, perdebatan legalitas aborsi, profesi kedokteran, hingga urusan rokok.
Maka kalau kemudian ia tidak pernah masuk dalam sistem pemerintahan, bisa jadi itu bagian dari konsekuensi sikap-sikapnya yang sering 'frontal'9. Kedekatan dengan media membuat ia lebih mudah lagi menyalurkan pendapat dan membuat kuping panas pihak yang dikritiknya.
Ia memang punya banyak saluran di media: mengasuh rubrik kesehatan di majalah wanita, radio, dan stasiun televisi, bahkan menjadi pemimpin majalah kedokteran Medika. Berbicara atau menulis, sama tajamnya.
Jauh sebelum menjadi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ia sudah mengkritik secara terbuka. IDI dianggapnya lebih banyak mengurus reli mobil daripada kualitas para dokter.
Gara-gara itu, mulai dibentuk perhimpunan dokter keluarga untuk menampung para dokter umum.
Anggaran dasar IDI juga dibenahi sehingga mengarah pada bentuk federasi dan perbaikan kualitas profesional anggotanya. Dengan dasar ini, pelbagai perhimpunan berbasis spesialisasi bisa menginduk ke IDI.
Kartono terlibat semakin dalam setelah ia menjadi Ketua IDI dua periode: 1985-1988 dan 1991-1994. Selain IDI, ia juga sempat menjadi Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) periode 1990-1994 dan 1994-1997.
Ia juga pernah menjadi pengurus Yayasan AIDS, Yayasan Kesehatan Perempuan, Koalisi untuk Indonesia Sehat, dan aktif dalam gerakan pengendalian dampak tembakau bagi kesehatan. Tidak mengherankan bila minatnya sungguh beragam meski sebenarnya saling berkaitan.
Baca Juga: Gawat! Jus Buah Segar Justru Bisa Lebih Bahaya daripada Rokok, Kok Bisa?