Napas Djoko Pekik dalam Hidup Berkesenian dan Melakukan Perlawanan

16 Juni 2022 13:05 WIB
Pelukis senior Djoko Pekik (baju biru) dan Romo Sindhunata saat acara penyerahan lukisan Berburu Celeng Merapi ke Museum Anak Bajang di Omah Petroek, Kampung Karangkletak, Desa Hargobinanggun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)
Pelukis senior Djoko Pekik (baju biru) dan Romo Sindhunata saat acara penyerahan lukisan Berburu Celeng Merapi ke Museum Anak Bajang di Omah Petroek, Kampung Karangkletak, Desa Hargobinanggun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA) ( KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Ketika ditanya Wisnu apakah lukisannya lebih condong ke keindahan atau kebersuaraannya, Djoko menjawabnya dengan santai.

“Mudah-mudahan indah dan bersuara, indah dan berpendapat, indah dan dapat berhubungan dengan publik,” tuturnya.

Pria yang pernah belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) ini lantas menganalogikan posisinya dengan sastrawan.

Menurutnya, untuk dapat efektif menyampaikan pesan-pesan sastra, sastrawan perlu menulis dengan bagus, sama halnya dengan pelukis yang melukis dengan indah.

Hal ini dilakukan agar suatu karya memiliki daya tarik terlebih dahulu sehingga nanti pesan-pesannya dapat tersampaikan kemudian.

Djoko selanjutnya berbicara soal karya “Berburu Celeng” miliknya. Menurutnya, makna lukisan tersebut adalah, “Itu kepala negara melengserkan kepala negara (lainnya), kan tidak ringan”.

Baca Juga: Di Bentara Budaya Yogyakarta, Kelompok Seniman Ekspresikan Warna Seninya

Sesungguhnya, dilansir dari KOMPAS.com, lukisan yang dihargai sekitar satu miliar ini digambar Djoko untuk menyatakan keadaan pemimpin Indonesia di era Orde Baru.

Ia menggambar lukisan tersebut dua bulan sebelum pemerintahan Presiden Soeharto lengser. 

Di lukisan tersebut, Djoko menggambarkan rakyat yang sangat gembira setelah berhasil berburu celeng, sejenis babi liar yang hidup di hutan.

“Celeng itu adalah lambang keserakahan, apa-apa doyan, membabi buta, perusak, kalau jalan enggak bisa lurus, jadi sesuka hatinya sendiri, mentang-mentang raja. Matinya celeng itu hanya digebuki dan diburu orang,” ujar Djoko masih dalam sumber yang sama.

Ia juga berujar bahwa jika seorang raja atau penguasa bersikap zalim terhadap rakyatnya, kelak hidupnya akan berakhir seperti celeng.

Selain berbicara tentang karya paling terkenalnya ini, Djoko juga berbicara tentang karya terbarunya yang bernama “Generasi Masker” dalam episode siniar (podcast) Beginu bertajuk “Lukisan Celeng Supaya Sluman, Slumun, Slamet” di Spotify.

Beginu merupakan siniar yang dipandu oleh Wisnu Nugroho, seorang jurnalis, penulis, sekaligus Pemimpin Redaksi Kompas.com. Di sana, ia membahas pergumulan, paradoks, pengalaman berkesadaran dalam hidup bersosok manusia.

Dengarkan Beginu di Spotify atau akses melalui tautan berikut dik.si/beginu_djoko2.

 Baca Juga: Lirik Lagu 'Marsinah' Yang Dipopulerkan Marjinal, Buruh Perempuan...

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm