Sonora.ID – Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mencatat, asuransi syariah mengalami pertumbuhan pada kuartal I/2022 sebesar 2,3 persen secara year on year (yoy), namun pertumbuhan ini terbilang rendah dibandingkan pada kuartal I/2021 sebesar 7,32 persen.
Selain mengalami peningkatan aset, asuransi syariah dari sisi kontribusi bruto juga mengalami pertumbuhan 21,83 persen.
“ Asuransi syariah mengalami pertumbuhan meskipun kecil. Artinya semakin banyak pemegang polis semakin banyak peserta yang ikut serta berpartisipasi didalam industri asuransi syariah itu sendiri,” tutur Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman, dalam talk show Smart Syariah, di Radio Smartfm, Senin.
Berdasarkan Global Islamic Economy Indicator Report 2020/2021 diketahui bahwa aset keuangan syariah secara global menunjukkan tren peningkatan yang positif dalam 5 tahun terakhir.
Dimana hingga tahun 2019 aset keuangan syariah telah mencapai USD2,88 triliun dan diproyeksikan terus meningkat hingga USD3,69 triliun pada tahun 2024.
Baca Juga: Apa Itu Asuransi Unit Link? Benarkah Bisa Buat Nasabah Rugi?
Dalam laporan tersebut tercatat bahwa Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-4 dari 81 negara, dengan mempertimbangkan beberapa faktor penilaian di antaranya Islamic finance, halal food, muslim-friendly travel, modest fashion, pharmaceuticals and cosmetics, media and recreation.
Bahkan saat pandemi covid-19 ternyata membuat masyarakat Indonesia memproteksi dirinnya dengan asuransi jiwa.
Hal ini tercatat dengan meningkatnya kinerja asuransi jiwa syariah tahun 2020 yang mengalami kenaikan 84,39 persen.
“Dimasa-masa musibah, mereka mendekatkan diri kepada sesuatu yang nilainya “akhirat” dimana orang saling membantu ketika melihat tetangga atau orang terdekat terkena musibah, hal yang mendorong masyarkat mengikuti asuransi syariah, terlihat dari produk-produk syariah numbernya bertambah,” ucapnya.
Selain itu, salah satu kekhasan di asuransi syariah yaitu akad Tabaruu ialah akad hibah untuk tolong menolong dan tidak ada di produk konvensional.
“kalau konvensional lebih transaksional namun di asuransi syariah lebih mengedepankan prinsip tolong menolong, gotong royong dan saling melindungi sesama peserta,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Prof. Dr. Nurul Huda bahwa pandemi covid-19 membawa berkah, masyarakat makin menyadari perlunya sebuah perlindungan, konteks inilah yang mendorong salah satunya asuransi syariah dalam kuartal I mengalami kenaikan.
“mereka sadar ada perlu disana. Berdasarkan riset 86 persen masyarakat itu siap untuk menggunakan asuransi syariah. Selain itu riset Kementerian Agama mencatatkan bahwa nilai religius masyarakat ketika pandemi jauh meningkat,” tuturnya.
Baca Juga: OJK Menilai, Industri Asuransi di Indonesia Sudah Berjalan Inovatif