Palembang, Sonora.ID – Resesi global ada di depan mata, apa penyebabnya?
Idham Cholid, S.E, M.E, Pengamat Ekonomi Sumsel kepada Sonora FM Palembang (20/06/2022) menjelaskan faktor pencetusnya.
“Pertama perang Rusia–Ukraina atau konflik geopolitik internasional. beberapa waktu lalu juga ada perang dagang AS-China juga memberi dampak. Ada isu rasialis di India yang berdampak terhadap boikot produk–produk India. Bila tidak diselesaikan secara singkat akan menjadi masalah geopolitik,” ujarnya.
Ada juga krisis energi karena tidak banyak negara yang punya cadangan energi.
Indonesia memiliki cadangan energi seperti gas, batubara namun permintaan meningkat karena sedang pemulihan ekonomi. Adanya geopolitik maka distribusi energi terganggu.
Krisis energi terjadi juga karena adanya cuaca ekstrim. Krisis juga terjadi akibat krisis pangan.
Jumlah penduduk yang bertambah secara eksponensial sementara produksi pangan bertambah secara deret ukur. Dunia akan mengalami krisis pangan karena pertumbuhan penduduk meningkat dan tidak diikuti peningkatan produksi pangan.
Baca Juga: Transformasi Segala Sisi, KAI Raih Penghargaan pada Youth Choice Award 2022
Negara-negara penghasil pangan mulai membatasi ekspor, mereka mengamankan bahan baku dalam negeri mereka dahulu.
Indonesia termasuk pengimpor gandum tertinggi. Masyarakat perlu melakukan diversifikasi pangan agar keluar dari krisis pangan.
Pandemi yang belum selesai juga ikut andil terjadinya krisis ekonomi. Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar namun terlampau di ekploitasi untuk mendatangkan devisa.
China juga memiliki cadangan batubara yang besar tetapi mereka lebih memilih impor karena lebih murah.
Idham mengatakan perlu dipikirkan cadangan energi untuk anak cucu kita nanti. Perlu diversifikasi energi dan memanfaatkan energi baru seperti solar cel, angin dan air.
Stimulus dari pemerintah baik untuk UMKM, rumah tangga untuk mendorong agar konsumsi bisa terjaga. Dengan konsumsi akan meningkatkan permintaan yang akan memicu kenaikan produksi dan produktifitas.
Anak-anak muda cenderung mengkonsumsi barang dari luar negeri, hal itu mendorong impor.
Bila impor tinggi maka ada uang yang di kirim keluar negeri, perlu disadarkan agar anak-anak muda tidak gemar mengkonsumsi barang-barang impor.
“Masyarakat perlu bijak menggunakan uang. Perlu persiapan mengelola keuangan saat terjadi krisis. Bedakan keinginan dengan kebutuhan. Kebutuhan terbatas sementara keinginan tidak terbatas. Kondisi tidak bisa diprediksi, dengan bijak mengelola keuangan, saat krisis terjadi akan tetap survive,” tutupnya.
Baca Juga: Eksperimen Generasi Muda menghadapi Globalisasi yang Kian Pesat