Kadisbunnak Kalbar Imbau Pemda Bentuk Kelembagaan untuk Petani Swadaya

30 Juni 2022 15:50 WIB
 Ilustrasi kelapa sawit
Ilustrasi kelapa sawit ( SHUTTERSTOCK/KYTan)

Sonora.ID - Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, M. Munsif mengungkapkan, saat ini harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit dalam kondisi yang cukup anjlok, yaitu Rp 1.000 per kilogram. Hal ini membuat para petani di beberapa daerah mengeluh.

Berdasarkan harga penetapan pada tanggal 15 Juni 2022 lalu, harga terendah TBS adalah Rp 2.042 per kilogram dengan kualitas rendah.

Oleh karena itu, Munsif mengimbau kepada perusahaan untuk membayarkan TBS kepada petani serendah-rendahnya yaitu Rp 2.042 per kilogram, sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan.

“Perusahaan wajib membayarkan TBS serendah-rendahnya Rp 2.042, dan pembayaran ini tidak berlaku ke depan tapi ke belakang. Artinya selama ini dalam pola perjanjian kemitraan plasma, mitra menyetorkan dulu harga TBS-nya selama dua minggu sebelumnya. TBS-nya  kemudian diolah menjadi CPO kemudian perusahaan mentransaksikan di pasar lelang, dan harga yang disepakati yang dibayar lewat lelang itulah menjadi referensi harga yang harus dibuktikan, diverifikasi, kemudian dimasukan dalam rumus. Jadi TBS yang diserahkan lalu menjadi CPO dan ada harganya, itulah yang menjadi hak para petani,” papar Munsif.

Ia menyampaikan, saat ini masalah yang terjadi pada petani swadaya atau mandiri adalah mereka tidak mendapatkan harga yang sesuai.

Oleh sebab itu, Munsif mengimbau kepada pemerintah daerah untuk membentuk kelompok tani atau kelembagaan yang dapat menampung TBS dari petani swadaya.

Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan kepada Masyarakat Lewat Klinik Inovasi Bersama ‘Kite Bise’

Hal ini sesuai dengan Pergub Nomor 63 tentang kewajiban bupati/walikota lewat dinas yang membidangi bidang perkebunan di kabupaten untuk memfasilitasi pembentukan kelompok pekebun mandiri dan kemudian menyandingkan dengan perusahaan dalam bentuk kerjasama.

“Saat ini pekebun mandiri luasnya mencapai hampir 600.000 hektar. Walaupun kehadiran mereka tidak difasilitasi oleh pemerintah, maka para pekebun ini dibuat kelompok tani atau kelembagaan lainnya. Ini menjadi tanggung jawab bupati atau walikota yang memiliki kewenangan otonomi di daerahnya,” ujar Munsif.

“Akan ada kemiripan dengan pola perjanjian antara plasma dengan kelompok swadaya. Yang berbeda adalah, TBS-nya beragam, karena mereka (petani swadaya) tidak dibangun di sekitar kebun tapi terpencar-pencar, maka yang terjadi saat mereka mengirim TBS ke perusahaan akan bercampur. Tetapi jika ada perjanjian formal yang difasilitasi oleh dinas, maka mudah-mudahan bisa disepakati standar mutu yang harus disiapkan oleh pekebun seperti apa, tuntutan harga yang diinginkan pekebun seperti apa, dan bagaimana perusahaan menyetujui syarat dan ketenyuannya. Jadi sangat dinamis,” jelas Munsif.

Lebih lanjut, ia mengatakan, sudah menjadi tugas masing-masing daerah untuk memfasilitasi pekebun, dilembagakan, diorganisir, dan kemudian dimitrakan dalam bentuk perjanjian resmi.

“Kalau untuk petani plsama minimal perjanjian 10 tahun, tapi kalau swadaya bisa dievaluasi melalui syarat yang dinamis. Dengan adanya kemitraan ini para pekebun swadaya bisa terlindungi dari risiko harga sepihak yang selama ini dilakukan oleh PKS,” tukasnya.

Baca Juga: Sosialisasi Pemberian Makan Bayi dan Anak, Upaya AIMI Kalbar Tanggulangi Stunting

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm